Guess, Swatch, Luis Vutton, Hermes, Polo dan lain-lain merupakan merek global yang sudah sangat populer. Membeli dan memakai barang-barang bekas bermerek itu akan menaikkan derajatnya di dalam komunitasnya. Tidak sedikit orang ingin memilikinya hanya dengan pertimbangan merek yang populer secara global.
Ketiga, sadar terhadap kualitas barang ber-merek. Thrift shopping menjadi alternatif terbaik bagi milenial untuk mendapat barang berkualitas dalam jumlah banyak dengan harga yang minimalis.Â
Bahkan, barang-barang thrift shop kadang-kadang unik dan langka. Kualitas bahan plus merek global ditambah keunikkan tentu saja menambah gairah untuk memburu barang-barang bekas atau second-nya.Â
Seorang teman yang pekerjaannya memungkinkan mengunjungi berbagai kota global sangat menikmati hobi-nya membeli dan mengkoleksi kamera-kamera kuno dengan merek tertentu. Keberanian mengkoleksi barang seperti itu setidaknya didukung oleh pengetahuannya mengenai kualitas barang tersebut.
Keempat, sadar dan paham harga barang-barang bermerek. Melalui barang-barang bekas impor bermerek global, orang dapat belajar mengenai harga pada barang-barang tertentu pada merek tertentu pula.Â
Dengan cara ini, harga jual barang-barang thrifting tentu saja jauh lebih murah dari harga aslinya. Pada produk tertentu, misalnya tas bermerek, muncul bisnis persewaan tas untuk orang-orang kaya yang ‘belum mampu’ membeli tas-tas bermerek khusus. Keinginan mereka membawa tas itu ke acara tertentu telah membuka peluang bisnis persewaan.Â
Pada produk pakaian bekas, pengetahuan harga ini dapat menghindarkan kita dari membeli barang bekas dengan harga tinggi. Nilai atau harga barang bekas untuk pakaian dengan tas atau kamera tentu saja berbeda.
Dengan menyadari dan memahami beberapa aspek positif dari fenomena barang-barang thrift ini, maka kita tidak serta-merta meresponnya dengan cara negatif saja atau memandang fenomena ini sebagai sesuatu yang menakutkan. Pemahaman mengenai barang-barang bekas ini memungkinkan kita menanggapinya secara lebih obyektif.
Sebagaimana globalisasi tidak selalu berdampak buruk, demikian juga dengan barang-barang bekas yang berpindah antar-negara melalui jalur-jalur globalisasi. Globalisasi dengan kebebasan melintasi perbatasan antar-negara telah memungkinkan barang-barang bekas itu berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan mudah.
Keempat pelajaran penting itu menunjukkan banyaknya peluang positif yang bisa tercipta dari fenomen thrifting. Masyarakat Indonesia memiliki pilihan dalam memilih pakaian impor, yaitu yang baru atau bekas.Â
Kedua pilihan itu memiliki konsekuensi masing-masing yang seyogyanya sudah disadari. Di tengah pandemi pada saat ini, fenomena barang-barang bekas impor dan bermerek dapat menjadi lahan bisnis baru yang prospektif.