Waktu pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 sudah semakin dekat, yaitu hari Rabu, 9 Desember 2020. Namun demikian, pengamatan pada hampir semua Pilkada menunjukkan tidak ada agenda debat mengenai isu hubungan internasional (HI) dalam kampanye calon kepala daerah itu. Kalaupun ada, isu HI sangat minimal menjadi perdebatan di antara para calon atau ketika berkampanye (virtual) di depan konstituen mereka.
Sebagai sebuah mekanisme sirkulasi elit setiap lima tahun sekali, pilkada merupakan kesempatan politik bagi para pemilih untuk ikut menentukan masa depan daerahnya sendiri. Melalui Pilkada 2020, pemilih mencari pemimpin daerah yang berasal dari pilihan rakyat daerah secara demokratis.Â
Sebagaimana amanat konstitusi, rakyat menentukan pilihannya di tempat pemungutan suara (TPS) mengenai siapa yang akan menjadi pemimpin daerah dalam lima tahun ke depan. Rakyat memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dengan penuh suka cita dan tanpa paksaan.
Arti Penting Isu Internasional
Dengan cara itu, rakyat dapat melihat sejauh mana calon kepala daerah mampu melihat potensi masing-masing daerah, termasuk berkaitan dengan isu internasional.Â
Rakyat dapat melihat sejauh mana calon kepala daerah mampu meningkatkan kerjasama internasional yang telah ada untuk mendukung kesejahteraan daerahnya.Â
Pada saat ini, banyak lembaga masyarakat di daerah memiliki jaringan internasional dengan berbagai lembaga di luar negeri. Oleh karena itu, kemampuan kepala daerah memanfaatkan jaringan internasional ini juga dapat mendukung potensi daerah.
Merujuk pada Undang-Undang No. 37 Tahun 1999, berbagai kerjasama internasional dapat dilakukan pemerintah daerah, kecuali 5 bidang ini yang merupakan wewenang khusus pemerintah pusat, meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, hukum, moneter dan fiskal nasional. Keluasan bidang kerjasama internasional ditambah arus globalisasi pada saat ini telah menempatkan daerah sebagai bagian penting dari dinamika internasional.
Meskipun demikian, kenyataan selama ini menunjukkan bahwa isu internasional kurang mendapat perhatian dibandingkan isu-isu domestik dalam agenda debat atau kampanye publik di pilkada.Â
Di satu sisi, kecenderungan para calon kepala daerah untuk berorasi mengenai berbagai isu domestik lebih disebabkan oleh situasi bahwa isu-isu itu lebih berkaitan dengan kehidupan sehari-hari para konstituen secara langsung. Isu-isu domestik lebih menarik dan lebih berdaya jual untuk mendulang suara ketimbang isu-isu internasional.
Sebaliknya, kenyataan tersebut juga menjelaskan betapa minim pengetahuan dan pemahaman calon kepala daerah mengenai keterkaitan berbagai isu domestik dengan isu internasional dan konsekuensinya bagi Indonesia.Â
Kurangnya pengetahuan para caleg dapat berpotensi mengurangi peluang masyarakat Indonesia meraih manfaat dari berbagai isu internasional, seperti ASEAN.