Melalui penjelasan itu, saya ingin mengatakan bahwa diplomasi itu berkaitan erat dengan nasionalisme. Isu nasionalisme kopi ini diangkat pada webinar tentang Prospek dan Posisi Kopi Indonesia. Pusat Studi GastroDiplomacy di Universitas Negeri Jember menjadi tuan rumah.
Beberapa usulan konkrit muncul mengenai upaya mewujudkan nasionalisme kopi. Pertama, perlunya pencantuman nama 'Indonesia' pada berbagai produk kopi yang telah populer, misalnya: Indonesian Bajawa Coffee, Indonesian Toraja Coffee, dan seterusnya.
Usulan kedua, mempertimbangkan membuat produk kopi khusus dan menggunakan nama 'Indonesia' juga. Ini seperti mencontoh Vietnam egg coffee atau Thai tea untuk teh Thailand. Lalu, produk nasional itu diberi nama, misalnya, Indonesian tubruk coffee.
Tantangan
Faktor pencantuman nama Indonesia dan pembuatan produk kopi Indonesia itu menjadi tantangan strategis bagi para stakeholders kopi Indonesia. Webinar dari kedua lembaga strategis dan lembaga-lembaga lain selama ini tentu saja  melakukan promosi kopi Indonesia dengan fokus berbeda.  Meski demikian, keduanya memiliki tujuan yang sama,  yaitu mencari peluang dan mengidentifikasi prospek kopi Indonesia di pasar internasional di tengah pandemi Covid-19 ini.
Promosi kopi Indonesia melalui berbagai kegiatan di luar negeri ---misalnya melalui festival kopi Indonesia--- bisa menjadi ajang penting bagi diplomasi kopi. Meski demikian, stakeholders kopi Indonesia perlu mempertimbangkan upaya mewujudkan secara konkrit nasionalisme kopi agar mampu bersaing dengan kopi dari berbagai negara lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H