Dan akhirnya terjadilah.
Aku masih ingat bagaimana lelakiku akhirnya menuturkan perasaannya yang tersembunyi. Kedua tanganku digenggamnya erat sampai-sampai Aku sempat berpikir dia ingin meremukkan tanganku. Mungkin dia lakukan itu sebagai pencengahan kalau-kalau Aku mendadak murka lalu menampar wajah tampannya. Saat itu adalah titik paling membingungkan dalam hidupku. Berjuta tanya terus menggempur kepala, mencari penjelasan logis kenapa pengkhianatan itu sampai bisa terjadi. Kebingungan yang muncul kala itu terlalu membuncah dan mengalahkan sedih yang harusnya kualami. Saking bingungnya air mataku pun tidak mampu untuk tumpah.
Tetapi apa yang mesti terjadi ya terjadilah.
Jangan tanya seberapa besar pilu yang kuderita begitu akhirnya kekasihku “resmi” berpindah hati. Bahkan ketika tulisan ini kubuat, sisa-sisa penyesalan masih belum terhapus dari hati.
Karena ketelodoranku, cinta pun hilang. Ini sungguh menyakitkan, terlebih jika cinta itu mesti lenyap diterkam oleh sahabat sendiri.
Setidaknya kesialan ini telah mengajariku agar tidak larut dalam cinta yang memabukkan. Kisah pilu ini juga memberitahuku jika kita memliki seorang kekasih, maka mengetahui segala hal tentangnya bukanlah hal yang salah. Paling tidak kita bisa tahu orang macam apa cinta kita itu. Apakah dia orang baik, pemarah, pemaaf, posesif, atau orang yang sama sekali tidak punya kepedulian. Cari tahu siapa kekasihmu sebenarnya, apakah dia bisa setia sepanjang masa ataukah dia mudah goyah loyalitasnya. Temukan pula apakah dia itu manusia normal ataukah hidupnya sudah menyalahi kodrat. Kalau mau sedikit repot, tanyakan pula pada kekasihmu tentang orientasi seksualnya.
Oh, sepertinya Aku lupa satu hal. Apa tadi Aku sudah memberitahu kalian kalau sahabat yang sedari tadi kuceritakan adalah seorang lelaki?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H