Mohon tunggu...
Ludh Praditto
Ludh Praditto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

masih mahasiswa :D

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

post-war stagnancy state

24 Oktober 2012   13:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:26 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

status perkembangan teknologi saat ini nampaknya sudah menemui titik tegang, tak bisa lagi di-stretch ke berbagai sudut. kenikmatan mengkonsumsi teknologi sepertinya sudah habis dan hanya dipenuhi oleh hasrat konsumerisme dan commercialism. bagaimana tidak, beberapa dari kita sudah mulai menunjukkan rasa bosan dengan pertunjukkan drama ‘produk baru’ yang dimunculkan oleh berbagai macam brand dari produsen. terlebih membosankan lagi ketika kita sudah tak sanggup lagi menentukan pilihan produk teknologi yang tepat dikarenakan umur hidup produk terlalu cepat bahkan tak lebih dari setengah tahun! akhirnya kita seakan masa bodoh dengan produk- produk teknologi yang diluncurkan tahun-tahun belakangan ini.

“oh produk baru? memang bedanya apa dengan yang lama? signifikan?’
atau,
”ooohh.. ada yang baru toh. ah biar, ga tertarik, paling itu-itu aja, udah ketebak.”

untuk menjelaskan fenomena ini sebenarnya cukup simpel dan mampu dipahami oleh berbagai pihak dan perspektif dengan keempat poin berikut :

tight competition
perspektif ini bisa dilihat dari dua sisi, baik sebagai konsumen ataupun produsen. kenyataan pahit dan kian mencekik kedua belah pihak ini tak lagi terukur, keduanya harus menelan bulat- bulat persaingan ketat tanpa bisa berbuat banyak untuk merubah atau bahkan memutar arah kompetisi. kompetisi ini tak melebar ke samping dengan varian atau lini produk, tapi justru hanya terus menerus menggerus produk-produk favorit pasar. terlalu ketat untuk produk teknologi yang memiliki nature umur hidupnya yang terbilang pendek. terlalu ketat pula untuk para produsen yang terdesak profit expectancy dan konsumen yang terjepit pricing game vs practicability.

struggling to adapt
produsen yang hanya bersaing dengan core ability usang pun tak lagi dapat mengejar kompetisi pasar. mereka tertinggal dan terjebak karena tidak bisa memberikan sesuatu yang diperebutkan pasar. akhirnya mereka hanya mampu memproduksi teknologi yang less-demandable meskipun telah menaruh effort dan ekspektasi tinggi yang ujung- ujungnya hanya terbayarkan dengan market share loss. begitu pula yang terjadi dengan konsumen yang sudah terlanjur tertinggal, adaptasi terhadap produk teknologi yang anyar terbilang cukup sulit dikarenakan barrier dari segi price dan product dependability.

innovator dilemma
bagi pelaku yang memotori perubahan, yakni sang innovator atau inventor, mereka pun menemui kesulitan dikarenakan berbagai alasan yang dilemmatis. diantaranya yaitu ketika ia harus menciptakan sesuatu yang benar-benar baru namun akhirnya harus menerima ganjaran learning curve yang terlampau jauh. atau ketika ia dituntut akan penciptaan produk radikal, ternyata pasar memandang sebelah mata dan kesulitan mencari investasi serta pendanaan, yang pada akhirnya akan mati dengan sendirinya. dilemma inilah yang menekan mereka untuk terus menahan dan menggali sekecil-kecilnya seluk keuntungan dari persaingan ketat dengan menciptakan ‘ilusi produk baru’ yang pada basisnya hanya berupa upgrading dari produk lama.

blurred future
pada masa-masa seperti inilah pemain dan pelaku pasar teknologi tertekan dan terbutakan oleh framed competition yang terlalu cliché. mereka pun kehilangan fokus, mereka hanya menciptakan inovasi yang hanya berbasis kepada popular demand. inovasi yang dapat menciptakan need dan demand baru kedalam pasar tak lagi ditemui di masa ini. masa depan produk teknologi akhirnya terjebak kedalam looping catastrophe tanpa menemui jalan keluar untuk perubahan.

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun