Mohon tunggu...
Ludfi Bela
Ludfi Bela Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Investigasi Korupsi Fenomena Janji Kosong dan Kasus yang Menghilang

16 Desember 2024   19:15 Diperbarui: 16 Desember 2024   19:15 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Korupsi di Indonesia bukan lagi menjadi isu baru. Ia telah menjadi momok yang terus merongrong kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Fenomena ini tidak hanya melibatkan pejabat tingkat bawah, tetapi juga banyak melibatkan aparat pemerintahan tingkat tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pejabat yang terjerat kasus korupsi terus bertambah. Di sisi lain, banyak pula kasus korupsi yang dilaporkan oleh media massa menghilang tanpa kejelasan, menciptakan pertanyaan besar di benak masyarakat.

Korupsi di Indonesia telah menjadi masalah yang terus merongrong kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Tidak hanya melibatkan pejabat tingkat bawah, korupsi juga sering menyeret aparat pemerintahan tingkat tinggi. Berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ratusan pejabat tinggi seperti menteri, gubernur, dan anggota legislatif telah diproses hukum karena korupsi. Lebih dari 200 kepala daerah, termasuk bupati dan wali kota, juga tercatat terlibat dalam berbagai kasus penyalahgunaan anggaran. Fakta ini mencerminkan bahwa korupsi di tingkat elite politik masih menjadi persoalan serius yang sulit diberantas.

Di sisi lain, banyak kasus korupsi besar yang awalnya mendapat sorotan media justru menghilang tanpa kejelasan. Beberapa di antaranya melibatkan dana proyek pemerintah bernilai triliunan rupiah. Fenomena ini memunculkan pertanyaan tentang integritas dan transparansi sistem hukum. Kasus-kasus yang 'hilang' ini seringkali disebabkan oleh kekuatan politik dan ekonomi para pelaku yang mampu mempengaruhi jalannya investigasi. Kurangnya transparansi lembaga penegak hukum dan bergesernya fokus media juga turut berkontribusi dalam melupakan kasus-kasus tersebut. Akibatnya, masyarakat semakin skeptis terhadap penegakan hukum yang sering dianggap tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.

Selain masalah korupsi, janji-janji para calon kepala daerah saat kampanye juga menjadi sorotan. Janji-janji seperti pembangunan infrastruktur merata, program pendidikan dan kesehatan gratis, serta transparansi anggaran kerap terdengar manis di masa pemilu. Namun, realitanya banyak kepala daerah melupakan janji-janji ini setelah mereka terpilih. Survei independen menunjukkan hanya sekitar 30-40% janji kampanye yang benar-benar terealisasi. Faktor penyebabnya antara lain kepentingan politik dan ekonomi yang mengalihkan fokus kepala daerah, serta lemahnya mekanisme pengawasan masyarakat terhadap janji kampanye.

Fenomena ini terjadi karena kombinasi faktor kelembagaan dan budaya politik di Indonesia. Sistem politik yang menuntut biaya kampanye tinggi mendorong calon kepala daerah bergantung pada sponsor tertentu, sehingga setelah terpilih mereka lebih fokus melayani kepentingan pribadi atau pendukungnya daripada rakyat. Untuk mengatasi persoalan ini, pengawasan masyarakat harus diperkuat, dan budaya politik yang berorientasi pada pelayanan publik perlu dibangun. Hanya dengan langkah ini masyarakat dapat berharap janji-janji kampanye tidak hanya menjadi retorika kosong, tetapi diwujudkan demi kepentingan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun