Mohon tunggu...
Ludfi Bela
Ludfi Bela Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dampak Sosial dan Kemiskinan Masyarakat, Dampak Masif Korupsi Mengapa Kemiskinan Semakin Suit Dihentikan?

9 Oktober 2024   20:22 Diperbarui: 9 Oktober 2024   20:22 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Korupsi merupakan salah satu masalah paling kronis yang dihadapi Indonesia, dan dampaknya jauh melampaui kerugian ekonomi semata. Korupsi memperburuk kemiskinan, memperburuk pelayanan publik, merusak solidaritas sosial, serta mendorong kriminalitas. Bagi masyarakat miskin, dampaknya sangat signifikan dan merusak. Setiap bayi yang lahir di negeri ini, secara tidak langsung, telah dibebani utang negara akibat korupsi, dan konsekuensinya terasa dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Hal ini menggambarkan betapa korupsi telah membelenggu masyarakat miskin dalam lingkaran setan kemiskinan. 

Korupsi menciptakan ekonomi biaya tinggi (high-cost economy). Fenomena ini tidak hanya membuat harga barang dan jasa semakin mahal, tetapi juga memperburuk kualitas pelayanan publik. Dalam banyak kasus, uang yang seharusnya digunakan untuk perbaikan fasilitas dan layanan publik malah dialihkan untuk kepentingan pribadi. Bagi masyarakat miskin, dampaknya terasa secara langsung. Biaya pendidikan, kesehatan, dan akses terhadap air bersih melonjak, sementara kualitasnya terus menurun. Akibatnya, akses terhadap pelayanan vital semakin terbatas, menciptakan penghalang tambahan bagi masyarakat miskin untuk memperbaiki kehidupan mereka. Ketika sumber daya yang seharusnya diperuntukkan bagi pembangunan sosial disalahgunakan, pembangunan menjadi terbatas, dan infrastruktur dasar pun semakin terbengkalai. Hal ini bukan sekadar soal harga, tetapi juga soal hilangnya kesempatan bagi masyarakat miskin untuk mengangkat diri mereka dari kemiskinan.

Tingginya harga kebutuhan pokok akibat korupsi memaksa masyarakat miskin untuk terus berjuang demi kelangsungan hidup mereka. Beras, gula, minyak, susu, dan kebutuhan sehari-hari lainnya semakin sulit terjangkau. Dalam situasi seperti ini, masyarakat miskin harus memilih antara makan atau membiayai pendidikan anak-anak mereka. Tidak mengherankan jika angka putus sekolah di kalangan keluarga miskin terus meningkat. Akses terhadap pendidikan, kesehatan, bahkan perumahan layak semakin terbatas. Kemiskinan melahirkan kebodohan, dan kebodohan memperburuk kemiskinan. Tanpa akses pendidikan yang layak, anak-anak dari keluarga miskin tidak mampu bersaing di dunia kerja, dan akhirnya terjebak dalam siklus kemiskinan yang tak berujung. Fenomena ini menciptakan lingkaran setan yang sulit dipatahkan: kemiskinan melahirkan lebih banyak kemiskinan.

Korupsi tidak hanya berpengaruh pada aspek ekonomi, tetapi juga mengikis rasa keadilan dan ketertiban hukum. Kejahatan merajalela ketika penegakan hukum menjadi lemah akibat korupsi. Penegak hukum yang korup memberi ruang bagi sindikat kriminal untuk berkembang, yang semakin memperburuk kondisi masyarakat miskin. Dalam situasi ini, masyarakat yang kehilangan harapan dan akses terhadap sumber daya yang adil, sering kali terdorong untuk terlibat dalam kejahatan sebagai upaya bertahan hidup. Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin tinggi pula angka kriminalitas. Korupsi melemahkan penegakan hukum dan menciptakan kondisi yang subur bagi kejahatan untuk berkembang. Dengan demikian, pengurangan korupsi tidak hanya penting untuk menciptakan sistem yang lebih adil, tetapi juga untuk mengurangi kriminalitas secara keseluruhan.

Korupsi juga menghancurkan solidaritas sosial, yang dulunya menjadi fondasi kuat dalam masyarakat Indonesia. Semangat gotong royong yang pernah menjadi kebanggaan nasional, perlahan memudar. Ketika masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah, lembaga hukum, dan bahkan satu sama lain, individualisme semakin menguat. Masyarakat semakin enggan membantu sesama karena tidak ada jaminan bahwa bantuan mereka akan disalurkan secara benar. Akibatnya, solidaritas menjadi sekadar formalitas tanpa keikhlasan, hanya digunakan untuk kepentingan politik atau pencitraan. Demoralisasi menjadi dampak jangka panjang dari korupsi ini. Generasi muda yang tumbuh di tengah budaya korupsi akan terbiasa dengan kebohongan dan ketidakadilan, yang akhirnya merusak nilai-nilai moral mereka. Kepalsuan yang ditampilkan oleh para elit politik, pejabat, bahkan tokoh publik lainnya yang sering terlihat di media, menjadi teladan buruk bagi mereka. Demoralisasi inilah yang menjadi ancaman terbesar bagi keberlangsungan bangsa di masa depan.

Korupsi bukanlah sekadar masalah ekonomi, tetapi juga masalah sosial yang merusak fondasi masyarakat. Ia menciptakan lingkaran setan kemiskinan, di mana masyarakat miskin terus terjebak dalam kebodohan, kesulitan ekonomi, dan ketidakberdayaan. Kemiskinan melahirkan korupsi, dan korupsi melanggengkan kemiskinan. Untuk memutus lingkaran ini, kita tidak hanya membutuhkan reformasi dalam penegakan hukum, tetapi juga perubahan mendasar dalam cara kita menjalankan pemerintahan dan membangun solidaritas sosial. Korupsi harus diperangi bukan hanya dengan hukuman yang berat, tetapi dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, memperbaiki kualitas pendidikan, serta menciptakan sistem pelayanan publik yang transparan dan akuntabel. Hanya dengan cara ini kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun