Mohon tunggu...
LUCKY PERMANA M.Si.
LUCKY PERMANA M.Si. Mohon Tunggu... Lainnya - Hamba Allah

"dan tidaklah Aku (Allah) ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka meng-hamba kepada-Ku." (Q.S. Adz-Dzariyat[51]:56) "Dia (Allah) menentukan rahmat-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah memiliki karunia yang besar." (QS. Ali Imran [3] ayat 74).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hukuman Bagi Pelaku Perbuatan Zalim (Tidak Adil) Menurut Perspektif Agama Islam

18 Oktober 2024   09:03 Diperbarui: 18 Oktober 2024   09:12 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Arti Zalim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diantaranya adalah bengis, kejam, TIDAK ADIL, dan tidak punya rasa belas kasih. Adapun dalam perspektif Islam, Zalim adalah meletakkan sesuatu atau perkara bukan pada tempatnya, melampaui batas, dan lawan kata dari adil (TIDAK ADIL).

Berdasarkan dua pengertian di atas, dapat ditarik kesamaan dari keduanya bahwa pengertian dari Zalim adalah TIDAK ADIL. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Tidak adil (Zalim) disini berkaitan dengan perbuatan terhadap HAK ORANG LAIN.  Contoh dari perbuatan Zalim terhadap hak orang lain tersebut diantaranya adalah (1) menahan, (2) menghilangkan/meniadakan/menghapus, dan atau (3) merampas hak orang lain.

Lalu bagaimanakah hukuman bagi pelaku perbuatan Zalim? adakah?

Sepanjang pengetahuan penulis, hukum pidana di Indonesia tidak mengatur hukuman untuk perbuatan Zalim secara umum, melainkan terhadap pelanggaran hak tertentu sepanjang diatur dalam hukum pidana/perdata yang berlaku.

Adapun dalam perspektif agama Islam, hukuman bagi orang-orang Zalim adalah kelak di hari akhir mereka dikelompokkan ke dalam golongan orang-orang yang bangkrut. Mereka yang bangkrut itu adalah orang-orang yang kelak di hari akhir datang dengan membawa kebaikan-kebaikan sebesar gunung, tetapi kemudian terus menerus diambil kebaikan-kebaikan dari mereka untuk diberikan kepada orang-orang yang mereka Zalimi (sebatas kezaliman yang mereka timpakan kepada orang-orang yang mereka Zalimi), lalu apabila habis kebaikan yang ada pada mereka maka ditimpakanlah kepada mereka dosa-dosa orang-orang yang mereka Zalimi, sampai akhirnya mereka bangkrut.

Kemudian mereka dipertemukan dengan orang-orang yang mereka ikuti atau yang mengikuti mereka, lalu mereka saling menyalahkan berbantah-bantahan dan saling berlepas tangan, tetapi Allah telah menetapkan keputusan-NYA dan pada akhirnya merekapun diseret ke neraka. (Ada yang meminta dalilnya?...hmm... sudah penulis sampaikan apa yang seharusnya penulis sampaikan, tidak ada kewajiban bagi penulis untuk menanamkan keyakinan... penulis hanya bisa mengatakan bahwa ini adalah ujian keyakinan/keimanan... terserah percaya atau tidak percaya, yakin atau tidak yakin, take it of leave it).

Bahkan hal yang bisa saja terjadi adalah, Allah Subhanahu Wa Ta'ala menimpakan hukuman kepada orang-orang Zalim itu mulai dari kehidupan mereka di dunia, meskipun tanpa disadari atau dirasakan oleh mereka. Contoh aktualnya adalah seperti telah disampaikan pada tulisan sebelum ini yang berjudul 'Siapakah yang paling bertanggung jawab?'
Pada tulisan ini disampaikan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala membalikkan dengan menimpakan hukuman kepada orang-orang atas dasar aturan yang mereka buat sendiri di dalam SKB/Permen/ataupun UU.

Lalu bagaimana agar terhindar dari hukuman atas perbuatan Zalim? sederhana saja... diantaranya adalah: minta maaf, lalu kembalikan apa yang menjadi haknya, termasuk segala hak yang mungkin dicapainya tetapi terhalang sebagai akibat dari perbuatan Zalim yang ditimpakan kepadanya.

Ketahuilah, orang-orang dizalimi yang bermata batin jernih tidak akan pernah mau menuntut permintaan maaf dan pengembalian segala haknya, karena ia adalah pemilik dari limpahan kebaikan berlimpah yang tercurah dilimpahkan kepada dirinya dari berbagai arah yang tidak diketahuinya, dan tidak tersisa sedikitpun dosa yang tidak diketahuinya 'pergi kemana'. Ia tidak akan pernah mau menukarnya dengan kesenangan dunia yang sedikit dan sementara.
Kalaupun ada yang disampaikannya kepada orang-orang yang terindikasi telah menzaliminya maka hal itu tidak lebih karena rasa sayangnya kepada orang-orang itu baik mereka menyadari/mengakui kezalimannya atau pun tidak, agar mereka selamat dari kebangkrutan di hari akhir kelak. Karena ia mengetahui bagaimana keadaan orang-orang Zalim kelak di hari akhir, yaitu hari dimana pada hari itu tidak lagi diterima permohonan maaf, tidak seorangpun dapat menggantikan (membela) diri mereka, tebusan ganti rugipun akan tidak diterima, bantuan apapun tidak lagi berguna bagi mereka, dan mereka pun tidak akan mendapatkan pertolongan.

Lalu bagaimana hukuman bagi pelaku perbuatan Zalim (tidak adil) menurut perspektif hukum positif?

=====
Tulisan terkait:
1. Siapa yang Paling Bertanggung Jawab?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun