Mohon tunggu...
Lucky Nurachman Natawiria
Lucky Nurachman Natawiria Mohon Tunggu... lainnya -

Saya adalah manusia biasa yang memiliki khayalan. Oleh karena itu, saya melampiaskan khayalan itu menjadi postingan dan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Batu Ajaib

8 Januari 2013   21:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:21 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Pagi ini, komplek terasa cerah dengan udara yang segar. Tetangga sebelah rumahku, memulai aktivitasnya dengan menyemen beberapa bagian jalan di depan rumahnya. Setelah penyemenan, tetanggaku memasang batu kali besar untuk menandai bahwa disitu ada semen basah, agar pengendara dan penjalan kaki menghindarinya.

Beberapa bulan kemudian, saat aku berangkat kuliah. Aku melihat batu kali besar masih saja disana, tidak dipindahkan. Pikirku, mungkin semennya masih basah.
###
Di lain kesempatan, pada saat aku diam di dalam rumah. Aku melihat kemacetan di depan rumahku. Sebuah kejadian yang tak biasanya, karena memang jalanan rumahku tidak besar dan tidak dipakai lalu lalang. Rupanya, ada mobil memarkir di depan rumahku. Ternyata, si sopir sedang memindahkan batu besar itu. Kagetnya, tetanggaku, pemilik si batu itu berteriak,
"Heh, ngapain kamu? Biarkan batu itu disitu!!" Tanpa membalas, si sopir kembali ke mobil dan lalu lintas kembali lancar.
###
Pagi-pagi, saat ibuku pulang dari berbelanja. Ibu menceritakan bahwa pembantu tetangga sebelah sedang membenarkan posisi batu. Rupanya, kejadian kemarin adalah pergeseran posisi batu.
###
Beberapa ibu-ibu pengajian, kecuali si ibu pemilik batu, merasa resah melihat batu menghalangi jalanan. Namun, ibu-ibu tidak bisa mengkritik tetanggaku, karena berdasarkan pengalaman, tetanggaku malah memarahi balik ke pengkritik dan membiarkan batu tersebut disitu.
###
Tak lama kemudian pemilihan ketua RT dilaksanakan. Pemenang sudah diumumkan, otomatis pemerintahan menjadi baru. Dalam pemilihan tersebut juga membicarakan permasalahan batu tersebut. Saat acara berlangsung, tetanggaku tidak ikut serta. Maka, diskusi dilaksanakan dengan lancar.

Di dalam diskusi itu, beberapa berita tentang batu disampaikan. Mulai dari robeknya ban mobil, akses menuju tempat lain terhambat, dan sulitnya mengkritik tetangga karena kepribadian tetangga yang tempramental.

Dari hasil diskusi tersebut, ketua RT baru mengusulkan gagasannya,
"Lebih baik kita meminta warga menanda tangani siapa saja yang menginginkan pemindahkan batu tersebut ke tempat agar lalu lintas lancar. Jika tanda tangan banyak, maka pergeseran batu dilaksanakan, tetapi jika tidak, kita harus berlapang dada menerima apa adanya." Semua peserta diskusi menyetujui.
###
Saat aku hendak tidur siang, karena kelelahan kuliah. Ada bunyi pagar dari rumahku. Rupanya, ada ketua RT baru mengunjungi rumahku. Kubuka pintu mempersilakan ketua RT bertamu.
"De, ada ibu bapak? Ini ada yang harus ditanda tangani,"
"Gak ada. Ibu bapak lagi ke luar. Tanda tangan apa, ya?" Tanyaku.
"Ini masalah batu itu..hehe." Ketua RT tersenyum dan aku pun paham. Akhirnya, aku yang menanda tangani kertas yang diserahkan dari dia. Aku melihat di kertas tersebut, banyak warga yang menanda tangani dan hanya beberapa yang belum atau bahkan tidak menanda tangani. Setelah itu, saat orang tuaku berada di rumah, aku ceritakan apa yang terjadi barusan.
###
Keesokan paginya. Tetanggaku berteriak memanggil nama orangtuaku. Sontak pagi-pagi di rumahku menjadi kaget. Dan, kami menuju ke rumah tetangga. Tetanggaku bertanya pada orangtuaku dengan nada tinggi sambil menunjukan sebuah kertas,
"Heh, kenapa kamu menanda tangani ini?!!"
"Bukan, saya, bu. Tetapi anak saya yang menandatangani." Ucap bapakku dengan kalem, aku sebenarnya takut dimarahi oleh tetangga dan aku terlihat ketakutan, maka tetanggaku perlahan berubah menjadi kalem,

"Bagus anak kecil, pekerjaan kamu bagus. Oke, uang buat kamu!" Tiba-tiba tetanggaku memberikan uang segepok, aksinya seperti pembawa acara reality show di tv. Saat itu juga aku menghembuskan napas, melepaskan ketegangan dan bercampur heran.

"Mau tidak ini uang?" Tanya si tetangga, sang pemilik batu. Aku ragu, tetapi tetangga tetap memaksakan dan akhirnya, uang sebesar itu berada di tanganku tanpa kusadari. Kemudian, dia melengos pergi sambil mengucapkan sesuatu.

"Duitku itu untuk menyuruhmu memindahkan batu menggunakan lidahmu, ok?"
###

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun