Mohon tunggu...
LUCKY NUGROHO
LUCKY NUGROHO Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Mercu Buana

Filateli dan Berenang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Indonesia Menuju HUB Pendidikan Tinggi ASEAN: Tantangan dan Strategi Pasca Penundaan Permendikbudristek 44/2024

12 Januari 2025   15:00 Diperbarui: 12 Januari 2025   12:27 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan tinggi memiliki peran strategis dalam membangun kualitas sumber daya manusia yang kompetitif di tingkat global. Sebagai negara dengan populasi besar, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 44 Tahun 2024, yang dirancang untuk mempercepat pengembangan karier dosen dan meningkatkan jumlah Guru Besar (Profesor). Regulasi ini diharapkan dapat memperbaiki ekosistem pendidikan tinggi di Indonesia. Namun, implementasi Permendikbudristek 44/2024 ditunda oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi melalui Surat Edaran Nomor 14 Tahun 2024. Penundaan ini disebabkan oleh berbagai masukan dari pemangku kepentingan, termasuk kekhawatiran mengenai pembatasan anggaran insentif yang dapat menghambat efektivitas regulasi. Penundaan ini menjadi momentum untuk mengevaluasi kembali kebijakan pendidikan tinggi, khususnya dalam mendukung jumlah dan kualitas Guru Besar, sehingga Indonesia dapat bertransformasi menjadi HUB pendidikan tinggi di ASEAN.

Indonesia saat ini menghadapi kesenjangan signifikan dalam jumlah Guru Besar dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2023, hanya 2,61% dari 311.630 dosen aktif di Indonesia yang bergelar Guru Besar, jauh di bawah Malaysia yang memiliki persentase 20-30%. Keterbatasan ini berdampak langsung pada kapasitas program doktoral di Indonesia, yang menyebabkan banyak dosen dan masyarakat Indonesia memilih melanjutkan studi ke luar negeri, terutama ke Malaysia. Oleh karena itu gap ini mencerminkan dua isu utama:

  • Keterbatasan Infrastruktur dan Kapasitas Akademik: Minimnya jumlah Guru Besar dan fasilitas riset di perguruan tinggi Indonesia membatasi pengembangan program doktoral.
  • Keterbatasan Insentif: Regulasi seperti Permendikbudristek 44/2024 tidak sepenuhnya didukung oleh alokasi anggaran yang memadai untuk memberikan insentif bagi dosen.

Penundaan implementasi Permendikbudristek 44/2024 memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pendidikan tinggi. Fokus utama regulasi harus diarahkan pada peningkatan jumlah dan kualitas Guru Besar, yang menjadi pondasi pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan strategi yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk bertransformasi menjadi HUB pendidikan tinggi di ASEAN, menciptakan generasi akademik yang kompetitif, dan memperkuat daya saing di tingkat global.

Penyusunan Regulasi yang Mendukung Jumlah dan Kualitas Guru Besar

Peningkatan jumlah Guru Besar membutuhkan pendekatan strategis yang tidak hanya fokus pada percepatan pengangkatan tetapi juga kualitas akademik. Berikut adalah prinsip-prinsip yang harus menjadi dasar penyusunan regulasi:

  • Penyederhanaan Proses Administrasi: Prosedur kenaikan jabatan akademik harus dibuat lebih efisien tanpa mengurangi standar kualitas. Penggunaan teknologi digital dapat mempermudah proses ini.
  • Insentif Berbasis Kinerja: Regulasi harus memastikan insentif yang layak bagi Guru Besar, termasuk tunjangan fungsional, kehormatan, dan maslahat tambahan, agar mendorong dosen untuk mencapai jenjang Guru Besar.
  • Penguatan Infrastruktur Akademik: Fasilitas riset dan laboratorium harus ditingkatkan untuk mendukung produktivitas dosen dalam penelitian.
  • Kemitraan Internasional: Regulasi harus mendorong kerja sama internasional untuk memperluas akses dosen terhadap pendidikan doktoral berkualitas tinggi.

Sejarah Pendidikan Tinggi Indonesia dan Malaysia

Pada era 1960-an hingga 1980-an, Indonesia menjadi tujuan populer bagi mahasiswa Malaysia, khususnya di bidang kedokteran dan studi Islam. Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) adalah beberapa institusi yang menarik banyak mahasiswa Malaysia. Namun, tren ini berubah ketika Malaysia mulai mengembangkan sektor pendidikan tingginya secara signifikan. Kebijakan pendidikan yang proaktif, pembangunan infrastruktur modern, dan kemitraan internasional menjadikan Malaysia sebagai salah satu HUB pendidikan tinggi di Asia Tenggara. Saat ini, Malaysia tidak hanya menarik mahasiswa dari Indonesia tetapi juga dari berbagai negara lain. Sebaliknya, Indonesia menghadapi tantangan dalam mempertahankan daya saing pendidikan tingginya. Rendahnya proporsi Guru Besar, minimnya fasilitas riset, dan ketergantungan pada anggaran pemerintah menjadi kendala utama. Akibatnya, banyak dosen Indonesia memilih Malaysia sebagai tujuan studi doktoral karena kualitas pendidikan yang baik dengan biaya terjangkau.

Tantangan dan Solusi

Merujuk dengan kondisi ekosistem perguruan tinggi Indonesia saat ini, maka terdapat beberapa tantangan yang meliputi:

  • Keterbatasan Anggaran: Pembatasan anggaran insentif bagi dosen, terutama di perguruan tinggi swasta (PTS), menghambat implementasi regulasi seperti Permendikbudristek 44/2024.
  • Minimnya Infrastruktur Akademik: Fasilitas riset di perguruan tinggi Indonesia masih jauh dari memadai dibandingkan dengan Malaysia.
  • Kesenjangan Kapasitas Akademik: Jumlah Guru Besar yang sedikit membatasi kapasitas pembimbing program doktoral.
  • Ketergantungan pada Negara Lain: Banyak dosen yang melanjutkan studi ke luar negeri, menciptakan tantangan bagi kemandirian akademik Indonesia.

Berdasarkan tantangan tersebut, maka solusinya mencakup hal-hal sebagai berikut:

  • Peningkatan Jumlah Guru Besar:
  • Memberikan insentif berbasis kinerja untuk mendorong dosen mencapai jenjang Guru Besar.
  • Mengoptimalkan proses kenaikan jabatan akademik dengan memanfaatkan teknologi digital.
  • Investasi dalam Infrastruktur Pendidikan:
  • Meningkatkan fasilitas riset dan laboratorium di perguruan tinggi.
  • Mengembangkan perpustakaan digital yang dapat diakses oleh dosen dan mahasiswa.
  • Peningkatan Kapasitas Program Doktoral:
  • Mengundang dosen tamu internasional untuk memperluas cakupan program doktoral.
  • Memperbanyak kerja sama penelitian dengan universitas global.
  • Pendanaan yang Memadai:
  • Menyediakan lebih banyak beasiswa untuk program doktoral, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
  • Memberikan dukungan anggaran yang lebih besar kepada perguruan tinggi untuk pengembangan karier dosen.
  • Transformasi Pendidikan Tinggi: Mendorong Indonesia menjadi HUB pendidikan tinggi di ASEAN dengan meningkatkan daya saing perguruan tinggi melalui akreditasi internasional dan pengembangan program unggulan

Penulis: Dr. Lucky Nugroho (Dosen, Peneliti, dan Pemerhati Sosial, Ekonomi, dan Keuangan Syariah)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun