Sense Making Theory atau teori pemaknaan dapat digunakan untuk menjelaskan pentingnya pidato pelantikan Presiden Prabowo Subianto, terutama dalam membangun legitimasi pemerintahannya dan mencapai visi kesejahteraan bagi Indonesia. Menurut teori ini, pemaknaan adalah proses berkelanjutan di mana individu atau kelompok memperhatikan peristiwa, memberikan makna pada peristiwa tersebut, dan secara kolektif menciptakan realitas yang memengaruhi tindakan serta keputusan mereka. Dalam konteks pelantikan Prabowo, pidato tersebut menjadi momen penting bagi bangsa Indonesia untuk menyadari perubahan atau peristiwa besar. Prabowo menyampaikan komitmennya untuk memberantas korupsi, mewujudkan kedaulatan pangan, dan menjaga kedaulatan politik serta ekonomi negara. Ini adalah pernyataan yang mencolok dan memicu perhatian publik, terutama ketika dia menyoroti kebocoran anggaran dan korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah. Lebih lanjut, tahap awal dalam proses sensemaking adalah bagaimana orang atau masyarakat "memperhatikan" hal-hal baru atau berbeda, dan janji-janji Prabowo dalam pidato ini menjadi fokus dari perhatian nasional. Setelah masyarakat memperhatikan, langkah selanjutnya adalah memaknai peristiwa tersebut. Dalam konteks Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo, rakyat akan bertanya, "Apa arti dari janji-janji ini bagi kami?" Pidato Prabowo memberikan makna tentang bagaimana pemerintahan yang dipimpinnya akan memprioritaskan pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab, memperbaiki kondisi ekonomi, dan membasmi korupsi di semua tingkatan. Ini menjadi narasi besar yang menyatukan bangsa dengan visi kedaulatan dan kemakmuran. Oleh karena itu, teori pemaknaan menekankan bahwa makna yang diciptakan secara kolektif dapat memengaruhi tindakan saat ini dan masa depan. Dalam hal ini, pesan Prabowo tentang kedaulatan dan keberpihakan kepada rakyat berfungsi sebagai pedoman bagi rakyat Indonesia untuk bersama-sama menghadapi tantangan negara. Pesannya mengandung panggilan untuk bersatu, tidak hanya kepada pejabat pemerintah tetapi juga kepada seluruh elemen masyarakat. Dalam proses ini, publik tidak hanya memahami peristiwa tetapi juga merumuskan bagaimana mereka akan terlibat dalam mewujudkan visi pemerintah.
Pidato Prabowo juga terkait erat dengan pencapaian legitimasi politik, yang penting untuk menjaga keberlanjutan pemerintahannya. Legitimasi ini, menurut teori sensemaking, muncul dari pemahaman dan makna bersama yang dikonstruksi oleh masyarakat. Dalam pidatonya, Prabowo berkomitmen untuk menegakkan konstitusi, memperjuangkan hak-hak rakyat, dan mewujudkan kedaulatan pangan serta energi. Hal-hal ini sangat relevan dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, yang dalam konteks negara kesejahteraan sangat penting untuk mendapatkan dukungan publik yang kuat. Oleh karenanya, pemaknaan adalah upaya kolektif untuk menciptakan tatanan dan memahami apa yang terjadi di masa lalu dan masa kini. Dalam kasus ini, pidato Prabowo menawarkan narasi tentang masa depan Indonesia yang sejahtera dan berdaulat, dengan fokus pada penyelesaian masalah-masalah seperti kemiskinan dan ketidaksetaraan ekonomi. Proses ini membantu mengukuhkan pemerintahannya sebagai pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan rakyat, sekaligus menciptakan ruang untuk partisipasi aktif masyarakat dalam pencapaian visi tersebut.
Kebutuhan Dasar dan Negara Sejahteraan (Human Needs and Welfare State)
Jika kita kaitkan dengan konsep kebutuhan dasar sebagaimana dibahas dalam konteks negara yang sejahtera (dalam buku Human Needs and welfare State oleh Bent Greve, 2024), maka pidato Prabowo menyoroti upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat seperti pangan dan energi, yang merupakan komponen penting dalam mendapatkan dukungan politik. Fokus Prabowo pada swasembada pangan dan energi menunjukkan bahwa pemerintahannya ingin memastikan bahwa kebutuhan dasar masyarakat dapat terpenuhi, yang akan menjadi pondasi bagi legitimasi pemerintahannya dalam jangka panjang. Selain itu, dengan berfokus pada upaya penyatuan bangsa, Prabowo menggunakan teori pemaknaan untuk menciptakan pemahaman kolektif bahwa pemerintah dan rakyat harus bekerja sama untuk mencapai tujuan nasional. Tindakan-tindakan yang dijanjikan oleh Prabowo, seperti meningkatkan kualitas pendidikan, mengatasi korupsi, dan memastikan kesejahteraan sosial, tidak hanya menjadi prioritas kebijakan tetapi juga sebagai wujud dari bagaimana negara harus memenuhi kebutuhan warganya.
Keberlanjutan Pemerintahan PrabowoÂ
Pelantikan kabinet pada hari ini, senin tanggal 21 Oktober 2024 yang lalu merupakan momentum awal dari berfungsinya Kabinet Prabowo-Gibran (tancap-gas). Oleh karenanya, agar kabinet Prabowo dapat berkelanjutan, maka sangat penting bagi pemerintahannya untuk terus terlibat dalam proses pemaknaan ini. Rakyat akan terus memperhatikan janji-janji yang disampaikan dan mencari bukti bahwa tindakan pemerintah sesuai dengan janji tersebut. Dalam hal ini, Prabowo perlu memberikan penjelasan dan jawaban yang jelas tentang bagaimana pemerintahannya akan mewujudkan swasembada pangan, energi, serta memberantas kemiskinan. Lebih lanjut, teori pemaknaan menawarkan kerangka penting untuk memahami bagaimana pidato pelantikan Prabowo membangun narasi politik yang dapat menciptakan legitimasi bagi pemerintahannya. Dengan menekankan kedaulatan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat, Prabowo tidak hanya membingkai tantangan yang ada saat ini tetapi juga membangun visi jangka panjang untuk kemajuan Indonesia. Pidato ini menjadi tonggak penting dalam mengarahkan bagaimana rakyat Indonesia memahami dan mendukung pemerintahan yang baru, serta memastikan keberlanjutan kebijakan dan program-program yang akan diusung oleh kabinet Prabowo-Gibran selama lima tahun ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H