Mohon tunggu...
LUCKY NUGROHO
LUCKY NUGROHO Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Mercu Buana

Filateli dan Berenang

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Car-Free Day: Simbol atau Solusi Polusi Jakarta?

1 Oktober 2024   17:30 Diperbarui: 1 Oktober 2024   17:34 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta, ibu kota Indonesia, tidak hanya dikenal sebagai pusat ekonomi dan budaya, tetapi juga menjadi simbol pertumbuhan urbanisasi dan industrialisasi yang pesat. Namun, kemajuan ini disertai dengan konsekuensi lingkungan yang signifikan. Selama bertahun-tahun, Jakarta sering menempati daftar kota dengan tingkat polusi tertinggi di dunia, dengan Indeks Kualitas Udara (AQI) sering berada di kategori tidak sehat. Pada 30 September 2023, Jakarta mencatatkan AQI sebesar 163, menjadikannya kota paling tercemar di dunia pada saat itu akibat tingginya konsentrasi partikel halus (PM2.5). 

Masalah ini terus-menerus menjadi ancaman serius bagi kesehatan dan kesejahteraan warga kota. Sumber utama polusi udara di Jakarta meliputi emisi kendaraan bermotor, aktivitas industri, dan proyek konstruksi. Dengan jutaan kendaraan yang melintasi jalan-jalan kota setiap hari, emisi dari sektor transportasi menjadi penyumbang utama buruknya kualitas udara. 

Selain itu, laju urbanisasi yang cepat dan pertumbuhan aktivitas industri memperburuk keadaan, meningkatkan emisi polutan seperti nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), dan senyawa organik volatil (VOC). Dampak kesehatan dari tingginya tingkat polusi ini sangat memprihatinkan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), paparan polusi udara yang tinggi dapat menyebabkan penyakit pernapasan, kardiovaskular, dan bahkan kanker.

Car Free Day: Gestur Simbolis atau Langkah Nyata

Salah satu cara untuk mengurangi polusi udara dan ketergantungan pada kendaraan pribadi, pemerintah Jakarta memperkenalkan Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau Car-Free Day pada tahun 2002. Acara ini, yang diadakan setiap Minggu pagi, melarang kendaraan bermotor di beberapa jalan utama, memungkinkan masyarakat menikmati kota dengan berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan alat transportasi non-motor. Car-Free Day berhasil meningkatkan kesadaran akan dampak buruk emisi kendaraan dan mempromosikan gaya hidup sehat. 

Namun, meskipun Car-Free Day adalah langkah yang positif, dampaknya terhadap kualitas udara secara keseluruhan masih terbatas. Inisiatif ini hanya berlangsung beberapa jam setiap minggu, yang tidak cukup untuk mengimbangi emisi harian dari jutaan kendaraan. Meski begitu, program ini tetap menjadi platform penting untuk edukasi dan keterlibatan publik dalam isu-isu lingkungan.

Tantangan dan Peluang bagi Transportasi Publik 

Meski telah terdapat upaya dari pemeriintah untuk memperbaiki kualitas layanan transportasi publik, namun sistem transportasi publik Jakarta masih menghadapi banyak tantangan. Kemacetan yang parah dan kebiasaan masyarakat yang cenderung memilih kendaraan pribadi menjadi hambatan besar dalam mendorong penggunaan transportasi publik. 

Selain itu, cakupan dan kapasitas jaringan transportasi publik yang terbatas juga menjadi kendala dalam adopsi yang lebih luas. Lebi lanjut, untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah telah bekerja untuk mengintegrasikan berbagai moda transportasi publik, termasuk MRT Jakarta, LRT, dan perluasan sistem Bus Rapid Transit (BRT) TransJakarta. Upaya ini bertujuan untuk menciptakan jaringan yang terintegrasi dan menyediakan cakupan yang lebih luas, sehingga mengurangi kebutuhan akan kendaraan pribadi.

Mengubah Kebiasaan: Peran Persepsi Publik

Salah satu tantangan utama dalam mendorong penggunaan transportasi umum di Indonesia, khususnya di wilayah perkotaan seperti Jakarta, adalah mengubah persepsi publik mengenai penggunaan transportasi umum. Kepemilikan kendaraan pribadi sering kali dianggap sebagai simbol status sosial dan keberhasilan, yang menyulitkan upaya untuk mengalihkan perilaku masyarakat menuju pemanfaatan sistem transportasi umum. Pandangan ini tertanam kuat dalam sikap budaya dan norma sosial yang mengaitkan kepemilikan kendaraan dengan pencapaian pribadi dan kedudukan sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun