Mohon tunggu...
LUCKY NUGROHO
LUCKY NUGROHO Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Mercu Buana

Filateli dan Berenang

Selanjutnya

Tutup

Financial

BI Turunkan Suku Bunga: Dampak terhadap Sektor Perbankan dan Perekonomian Indonesia

27 September 2024   18:55 Diperbarui: 27 September 2024   18:59 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6,00 persen, dengan suku bunga Deposit Facility menjadi 5,25 persen dan Lending Facility menjadi 6,75 persen. Keputusan ini didasarkan pada proyeksi inflasi yang tetap rendah dan stabil pada kisaran 2,5 hingga 1 persen untuk tahun 2024 dan 2025, serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan di tengah ketidakpastian global. Penurunan suku bunga ini diharapkan dapat memberikan dorongan bagi sektor riil seperti perdagangan, manufaktur, dan pertanian. 

Dengan biaya pinjaman yang lebih rendah, perusahaan dan individu akan terdorong untuk mengambil kredit guna menambah modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Kondisi ini sangat penting untuk mempercepat pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19 yang masih dirasakan hingga saat ini. 

Selain itu, penurunan suku bunga ini dapat meringankan beban cicilan kredit bagi debitur, yang pada gilirannya dapat mengurangi risiko kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL). Namun, bank perlu berhati-hati dalam menyalurkan kredit untuk menjaga kualitas aset dan menghindari lonjakan NPL. Kebijakan penyaluran kredit yang lebih selektif dan kehati-hatian dalam menilai kemampuan bayar debitur perlu diterapkan untuk memastikan stabilitas keuangan.

Strategi Perbankan dalam Menjaga Stabilitas Likuiditas di Tengah Suku Bunga Rendah

Penurunan suku bunga deposito berpotensi menurunkan minat masyarakat untuk menabung. Akibatnya, dana masyarakat dapat berpindah ke instrumen investasi lain seperti saham atau obligasi yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini, bank harus mengembangkan strategi inovatif, seperti menawarkan produk simpanan dengan fitur tambahan atau layanan bundling yang menarik bagi nasabah. 

Transformasi digital juga menjadi kunci dalam menjaga daya saing bank di tengah suku bunga yang rendah. Dengan memanfaatkan teknologi digital, bank dapat meningkatkan efisiensi operasional, memperluas jangkauan layanan, dan meningkatkan kenyamanan nasabah dalam bertransaksi. Inovasi-inovasi ini tidak hanya membantu bank menarik lebih banyak dana pihak ketiga (DPK), tetapi juga menjaga stabilitas likuiditas secara keseluruhan. 

Selain itu, kebijakan makroprudensial longgar yang diterapkan BI juga bertujuan untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor prioritas seperti Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan ekonomi hijau. Langkah ini penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan memfokuskan penyaluran kredit pada sektor-sektor strategis, bank dapat berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja dan pengembangan ekonomi daerah.

Koordinasi Kebijakan Makroekonomi: Sinergi antara Moneter dan Fiskal

BI terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat dan daerah untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung momentum pertumbuhan ekonomi. Salah satu contohnya adalah Program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), yang bertujuan untuk menjaga stabilitas harga pangan dan mendorong produksi pangan lokal. Melalui koordinasi dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), pemerintah dan BI berupaya memastikan bahwa inflasi tetap terkendali, sehingga daya beli masyarakat terjaga dan stabilitas ekonomi dapat dipertahankan. 

Di sisi lain, kebijakan fiskal yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 juga harus mendukung pertumbuhan ekonomi melalui program prioritas seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Program-program ini harus dirancang untuk menciptakan multiplier effect yang tinggi bagi perekonomian. Sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal sangat diperlukan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen pada tahun 2025, serta untuk menjaga stabilitas dan daya tahan ekonomi Indonesia di tengah dinamika global.

Dampak Penurunan Suku Bunga The Fed dan Tantangan Ekonomi Global

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun