Sebagai salah satu solusi transportasi publik yang dihadirkan untuk mempermudah mobilitas di Jakarta, JakLingko dinilai berhasil menawarkan berbagai kemudahan. Tidak heran kalau gebrakan ini diganjar penghargaan Best Smart Ticketing Programme pada ajang Transport Ticketing Global Award di London, 28 Juni 2022 mengalahkan beberapa pesaingnya seperti O-City (Rusia), MetroRio (Brazil) dan Cubic Transportation System and MTA (AS).
Sebagai 'warga sipil sekalian'--kata Ferry Irwandi--yang kebetulan berdomisili di Jakarta, saya menyambut girang layanan moda ini. Selain rutenya yang saling terintegrasi, ongkosnya juga 0,- rupiah alias gratis tis. Sangat cocok untuk generasi perintis macam saya. Hehe
Namun, kehadiran JakLingko ini bukanlah tanpa kekurangan, sebab kesempurnaan semata milik Allah yang Maha Kuasa. Berikut empat kekurangan JakLingko, setidaknya menurut hemat saya. Gile! hemat saya nggak tuh kaya pakar lagi ngomong.
#Pramudi Judes Banget Kayak Belum Gajian
Saya enggak tahu bagaimana proses rekrutmen para Pramudi, yang padahal mayoritas Pramudinya itu bapak-bapak akan tetapi judesnya melebihi emak-emak yang kehabisan duit di akhir bulan.Â
Pernyataan ini sudah mendapat validasi dari beberapa penumpang ibu-ibu, ketika saya sedang naik MikroTrans JakLingko 115, waktu itu mendapat Pramudi yang ramah banget, sampai-sampai seorang penumpang nyeletuk, "Bapaknya kok ramah baik banget, Pak. Biasanya judes-judes banget lho sopirnya." Lantas diaminkan penumpang lain.
Sebagai moda transportasi yang gratis tis, para pengguna tidak berani komplain apapun sebab kami sadar diri lan posisi. Kalau enggak percaya, coba kamu rasakan sendiri naik MikroTrans JakLingko dan rasakan sensasi Pramudi yang menggerutu dan hobi ngegas.
#Beberapa Rute Tidak Sesuai dengan Rute di Aplikasi
Sebelum bepergian, saya biasanya mengecek dahulu rute MikroTrans di JakLingko App atau aplikasi JAKI. Namun, terkadang rute di lapangan tidak sesuai dengan yang tertera di aplikasi. Entah dimana letak kekurangannya, ada pada aplikasi atau kehendak pramudi?Â
Husnudzon saya, mungkin pada saat saya naik moda tersebut sedang ada pengalihan isu... ehhh rute, sehingga saya terpaksa turun di tengah perjalanan karena perbedaan arah.
Faktor-faktor teknis sejenis ini mestinya menjadi perhatian pihak pengelola yakni PT. JakLingko Indonesia dibawah naungan BUMD DKI Jakarta demi efektivitas kegiatan ekonomi warganya.
#Waktu Tunggu yang Relatif Lama
Para penumpang kerap mengeluhkan waktu tunggu moda JakLingko yang terkadang seringkali lama. Saya kerap menunggu sampai tiga puluh menit lamanya, utamanya pada saat jam-jam sibuk seperti berangkat dan pulang kerja. Sudahlah lama, kalaupun datang modanya kerap kali penuh, sehingga harus menunggu moda berikutnya datang. Mungkin untuk masalah ini disebabkan kurangnya armada atau bisa juga sebab jalanan yang sedang macet. Jika disebabkan hal-hal di atas, maka menjadi maklum.
Efisiensi waktu menjadi barang yang mahal di Jakarta yang sudah bukan lagi ibukota.
#Jam Operasional Terbatas
Jakarta, sebagai kota yang tidak pernah tidur, tentu membutuhkan transportasi yang tidak tidur pula. Aktivitas ekonomi yang mengharuskan masyarakatnya beraktivitas sampai dini hari, seyogyanya dibarengi dengan fasilitas yang mumpuni.
Sebagai informasi, JakLingko beroperasi mulai dari pukul 05.00 pagi sampai dengan pukul 22.00 malam. Jam operasional tersebut dinilai masih terlalu sore untuk kota metropolitan sekelas Jakarta.
Jika nantinya, JakLingko menerapkan jam operasional 24 jam, semoga dibarengi dengan keamanan yang memadai.
Setelah saya paparkan poin demi poin kekurangan JakLingko, bagaimana? Sudahkah merasa relate? Atau malah pengen misuh "nglunjak!" ke penulis.
Penulis : Lucky Maulana Azhari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H