Jakarta Islamic Centre (JIC) di Koja, Jakarta Utara, sekarang terkenal sebagai pusat dakwah, pengkajian Islam, dan berbagai acara keagamaan. Masjid besar, perpustakaan,gedung serbaguna sampai aula pengajian---semua lengkap. Bahkan tempat ini jadi simbolperubahan kawasan yang dulu identik dengan hal yang... kotor.Â
Kalau kita tengok sedikit ke belakang, Jakarta Islamic Centre sebenarnya dibangun di atas bekas lokalisasi terbesar di Asia Tenggara yaitu Kramat Tunggak. Iya, kamu nggak salah baca, dulu kawasan ini terkenal dengan bisnis seks dan transaksi kenikmatan yang jelas banget nggak ada kaitannya dengan Islam. Tapi sekarang, jadi tempat yang sering diisi pengajian, seminar agama, dan segala hal yang berbau dengan citra kesalehan.
Sekarang, meskipun kawasan ini sudah 'bersih', apakah penduduk di sekitar Jakarta Islamic Centre benar-benar merasakan perubahan? Atau jangan-jangan, kehidupan mereka tetap begitu-begitu aja?
Dulu Lokalisasi, Sekarang Pusat Agama: Perubahan yang Menggugah
Siapa sangka, kawasan yang dulunya pusat prostitusi kini jadi simbol pusat peradaban
islam. Gitu deh Jakarta, semua bisa berubah dalam semalam---atau dalam kasus ini, sekitar dua puluh tahunan. Kalau bicara soal transformasi fisik, Jakarta Islamic Centre jelas berhasil total. Dulu rumah bordil, bar, dan tempat hiburan malam, sekarang jadi masjid besar, pusat pengkajian agama, dan ruang dakwah modern.
Tapi, perubahan fisik aja dirasa nggak cukup. Pertanyaan besarnya adalah: apakah transformasi sosial di kawasan ini ikut terjadi?Â
Meskipun kawasan ini sekarang lebih rapi dan lebih religius, kenyataan di masyarakat menunjukkan kalau penduduk di sekitar Koja tetap kesulitan untuk mengakses kehidupan yang lebih baik. Jadi, meskipun JIC sudah menyulap wajah kawasan ini, kehidupan sosial penduduk sekitar masih bergulat dengan masalah lama: kemiskinan, pengangguran, dan masalah ketimpangan sosial lainnya.
Penduduk Sekitar: Masih Terperangkap dalam Kesenjangan Sosial
Jangan terkecoh dengan pemandangan masjid yang megah di Jakarta Islamic Centre.
Karena di luar pagar JIC, kehidupan warga sekitar masih terjebak dalam kemiskinan
struktural yang susah banget untuk diubah. Banyak orang yang tinggal di sana---termasuk
mereka yang dulu bekerja di sektor prostitusi---masih kesulitan untuk mengakses pekerjaan yang layak. JIC boleh jadi simbol perubahan bagi Jakarta, tapi kalau kita ngomongin pemberdayaan untuk warga sekitar, jawabannya masih jauh dari kata sempurna.
Apakah Hanya Simbol yang Berubah, atau Semua Aspek Hidup?
Bicara soal perubahan yang terjadi, JIC jelas mengubah wajah fisik kawasan ini---dulu
tempat ini bisa dibilang "surga" untuk para hidung belang, sekarang digadang-gadang jadi pusat peradaban islam. Tapi, apa dampak sosial buat masyarakat sekitar? Apakah warga
yang dulu terjebak dalam bisnis seks komersial sekarang jadi bisa hidup lebih baik?
Jawabannya, agak samar.