Mohon tunggu...
Lucky Azhari
Lucky Azhari Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

ex. Jurnalis Jawa Pos Radar Tulungagung. Penulis artikel olahraga dan hiburan. Hanya ingin menyajikan konten yang membuat pembaca klimaks menikmati alur tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Lelah, Sampai Kapan Menanti Tunggal Putri Penerus Susi Susanti untuk Bulutangkis Indonesia?

6 November 2021   16:22 Diperbarui: 6 November 2021   16:25 1646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susi Susanti, mantan legenda tunggal putri bulutangkis Indonesia (Dok. Kompas/Kartono Ryadi)

Kompasiana - Lelah. Itulah kata yang mungkin tersirat jelas di benak para fans bulutangkis Indonesia, menanti datangnya secercah prestasi sektor tunggal putri.

Bisa dibilang, Indonesia nyatanya masih gagal total dalam menangani regenerasi bulutangkis tunggal putri untuk paling tidak, menyamai prestasi mantan atlet putri, Susi Susanti.

Jika sedikit kembali di tunggal putri era tahun 1990-an, Indonesia rasanya tak kebingungan untuk menjadi yang terbaik di berbagai ajang bulutangkis bergengsi.

Mulai dari ajang individual terbuka (Indonesia Open, Malaysia Open, dll), Kejuaraan Dunia, Piala Dunia, hingga Olimpiade, semua dibabat habis oleh Susi Susanti.

Tak dipungkiri. Kejayaan seorang Susi Susanti itu begitu nyata saat ia sukses meraih Medali Emas Olimpiade Barcelona 1992 silam. Di final, Susi Susanti menunjukkan kelasnya dengan menghajar wakil Korea Selatan, Bang So Hyun.

Di tahun itu, Susi sukses mengawinkan gelar tunggal putri, saat Alan Budikusuma juga berhasil meraih Medali Emas Olimpiade Barcelona 1992 dari nomor tunggal putra.

Pada gelaran Olimpiade 1996, Indonesia kembali meraih medali dati tunggal putri. Dua wakilnya yakni Mia Audina meraih perak, sementara Susi Susanti berkalungkan medali perunggu.

Beberapa tahun setelahnya, Susi Susanti memutuskan untuk gantung raket dan membina rumah tangga dengan Alan Budikusuma. Sementara Mia Audina menyusul dengan menerima pinangan seorang pria berkebangsaan Belanda.

Hal itu kemudian membuat Mia Audina mau tidak mau ikut terbang ke Negeri Kincir Angin itu. Mengubah kewarganegaraannya, Mia Audina masih bermain hingga Olimpiade Athena 2004 untuk Belanda.

Setelah kehilangan dua tunggal putri legendaris itu, Indonesia masih harus menunggu beberapa tahun hingga menemukan sosok Maria Kristin Yulianti, Adriyanti Firdasari, dan Lindaweni Fanetri.

Maria Kristin masih mampu mengecap prestasi terbaiknya dengan mendulang medali perunggu di Olimpiade Beijing 2008 setelah memukul wakil China, Lu Lan di perebutan tempat ketiga.

Setelahnya, ada Adriyanti Firdasari. Meski semasa berkarier dirinya terus dihantui cedera lutut, namun daya juangnya masih lebih baik. Selama membela Indonesia, Firda unggul dalam pertandingan beregu, seperti di Uber Cup, Asian Games, hingga Sudirman Cup.

Di ajang SEA Games tahun 2005 Firda sukses menyabet Medali Emas setelah menjegal wakil tunggal putri Malaysia, Wong Mew Choo dengan dua set saja.

Asa Indonesia di nomor tunggal putri sempat dijaga oleh Lindaweni Fanetri. Pemain yang sempat membela Indonesia di Olimpiade Rio 2016 itu menciptakan kejutan besar di ajang Kejuaraan Bulutangkis Dunia 2015 di Jakarta, Indonesia.

Ia mengalahkan ratu bulutangkis Thailand, Ratchanok Intanon hingga sukses maju ke semifinal setelah menghempaskan tunggal putri China Taipei, Tai Tzu Ying.

Linda kemudian harus puas berdiri di posisi ketiga dengan medali perunggu setelah sebelunya misi ke final digagalkan oleh pebulutangkis India, Saina Nehwal.

Ada pula nama Fitriani yang coba membangkitkan prestasi tunggal putri Indonesia dengan menyumbangkan gelar di ajang Thailand Masters 2019.

Kini, tunggal putri Indonesia hanya menunggu bibit-bibit yang bisa dipercaya untuk meraih prestasi, mengulang kejayaan sektor putri Indonesia.

Gregoria Mariska Tunjung, menjadi tunggal putri andalan Indonesia saat ini. Ia menjadi pemain peringkat tertinggi di posisi 23 dunia.

Sayang, sepanjang tahun 2021 ini, Gregoria Mariska juga tak mampu melangkah lebih jauh di turnamen individual, seperti Denmark Open hingga Hylo Open 2021. Gregoria terhenti di round 32 hingga round 16.

Sementara salah satu tunggal putri yang kini begitu mencuri perhatian adalah Putri Kusuma Wardani. Ia baru saja mengukir prestasi dengan juara Czech Open 2021. Rankingnya pun mulai menanjak hingga saat ini bertengger di ranking 86 dunia.

Meski begitu, Indonesia rasanya harus bangun dan membuka mata, melihat regenerasi tunggal putri dunia yang kini semakin merata. Thailand yang dulunya bukan negara kuat bulutangkis, kini begitu diandalkan tunggal putrinya.

Begitu pula dengan Jepang. Tunggal putri jepang dulu selalu berada satu tingkat di bawah Indonesia. Kini Jepang menggila dengan Akane Yamaguchi di peringkat 3 dunia dan Nozomi Okuhara di peringkat 4 dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun