70 Tahun Indonesia merdeka
berjuang dari moncong Arsenal penjajah,
darah dan keringat pejuang menjadi saksi,
untuk merah putih yang berdiri dikaki sendiri.
- Anonim
Dahulu kita sering mendengar selogan “orang miskin dilarang sakit”, slogan satire itu cukup menampar dan memalukan pemerintahan Indonesia, sebab selogan itu seakaan menelanjangi bangsa yang katanya menjunjung tinggi pancasila dengan keadilan sosialnya, dengan sudut pandang lain slogan satire itu juga seoalah ingin mengatakan bahwa sebenarnya sistem pelayanan kesehatan di Indonesia telah sukses dikapitalisasi oleh kepentingan-kepentingan individu tertentu sehinnga menjadi sistem pelayanan kesehatan yang komersil.
Slogan itu poluler bukan tanpa alasan, akan tapi karena realitas dilapangan orang yang masuk katagori miskin sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang mumpuni, bahkan cenderung diterlantarkan, andaipun jika dapat pelayanan terkesan terbengkalai. Rumah Sakit milik pemerintah sering kali kelebihan quota pasien sedangkan disatu sisi rumah sakit swasta dengan alasan oprasional tidak dapat menerima tindakan lebih lanjut pasien miskin.
Tentu tidak bijak jika sepenuhnya menyalahkan sistem kapitalisasi pelayanan kesehatan sebagai alasan yang menyebabkan semakin curamnya jurang pemisa antara pasien miskin dengan pasien berduit, sebab sistem kapitalisasi dalam bidang kesehatan sendiri sebenarnya ekspresi lain ego alami dalam diri manusia yang ingin mengambil keuntungan disetiap peluang. Hanya saja espresi ini semakin kuat dan kontraproduktif terhadap kepentingan bangsa Indonesia karena kurangnya peran aktif pemerintah dalam membentuk sistem pelayanan kesehatan yang mumpuni dan dapat mengayomi semua pihak.
Beruntung akhirnya pemerintah indonesia tmulai memikirkan untuk membuat sistem pelayanan kesehatan yang prorakyat yang memenuhi nilai-nilai budaya bangsa, maka dalah hal ini harus diakui dan diacungi jempol sebab meski gonjang-ganjing pemberantasan korupsi perang antara lintah-lintah penghisap darah rakyat dengan pejuang-pejuang bangsa di pemerintahan tetap berjalan berdarah-darah, pemerintah Indonesia tetap memprioritaskan isu sistem kesehtan nasional sebagai yang utama, ahirnya pada tahun 2004 terbitlah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan kesehatan nasional, dan dari cikal bakal itu ahirnya pada tahun 2011 berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 Tentang Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS), yang dalamnya meliputi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.