Mohon tunggu...
AZA
AZA Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

My Love Without Bureaucracy\r\nkunjungi :\r\nhttp://po-box2000.blogspot.com/\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ironi Demokrasi Mesir

30 Maret 2014   05:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:18 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mesir mungkin menjadi contoh yang paling nyata dari keroposnya system Demokrasi dunia, hal itu bisa dilihat  dan dirasakan pasca revolusi yang mengakibatkan  jatuhnya rezim militer, Hosni Mubarok.. Pemilihan Presiden pasca revolusi yang  pada saat itu  dimenangkan oleh Muhammad Mursi dari kelompok Ikhwanul Muslimin  tidak berlangsung lama sebab satu tahun setelah  berhasil menjuarai  pemilu dan menjadi Presiden pertama yang terpelih secara demokratis   ahirnya Presiden dari Ikhwanul Muslimin itu di rampas kekuasaannya oleh rezim militer.

Secara politik , dikudetanya  Presiden terpilih dari Ikhwanul Muslimin itu disebabkan dua hal mendasar, yang pertama yaitu karena pemenangnya adalah dari kelompok Ikhwanul Muslimin yang notabane  sejak awal dibenci  dan sangat tidak diharakan oleh Militer yang masih relative kuat pada saat itu dan juga oleh dunia Internasional  dari Negara-negara yang sebelumnya diuntungkan oleh kepemimpinan Hosni Mubarok..

Yang kedua adalah karena Ikhwanul Muslimin  sebagai penguasa tidak memiliki sikap politik luar negeri yang jelas, sehingga tidak bisa membedakan antara negara  kawan dan Negara lawan. Hal itu dapat dirasakan oleh pemerintah Morsi saat dikhianati oleh kerajaan Saudi Arabia, dimana saat itu Mesir dan Saudi bagai sahabat yang sepakat untuk mendukung oposisi untuk menjatuhkan rezim Bashar Assad di Suriah,, Ironisnya ketika pemerintahan Mesir digoyang oleh gejolak yang ahirnya menjadikan jalan kudeta Militer justru Negara Saudi Arabia menjadi negara yang pertama kali mendukung rezim Militer untuk kembali berkuasa.

Kesalahannya adalah karena Ikhwanul Muslimin mencoba untuk Independen  dan selektif terhadap pengaruh  luar  baik barat ataupun timur yang  deras mempengaruhi perpolitikan Mesir, akan tetapi disatu sisi pengaruhnya Ikhwanul Muslimin di Mesir belum mengakar kuat ke seluru sektor-sektor berpengaruh  seperti militer,  Sehingga sedikit gesekan politik yang dikemas sedemikan rupa mampu menyulut api perpecahan yang pada ahirnya dijadikan dalil militer untuk melakukan Kudeta. Sikap independen  itu harus dibayar mahal oleh  pemerintahan yang terpilih secara demokratis saat itu, Presiden Mursi  harus rela terkudeta tanpa ada dukungan dari dunia  internasional baik barat ataupun timur.

Sehingga konsep Demokrasi yang yang dibanga-bangakan dan diagungkan selama ini oleh dunia Internasional seakan  dalam peraktiknya tak lebih dari omong kosong,  yang artinya jika terpilih secara Demokartis saja belum cukup untuk dapat memimpin suatu Negara. Selain Terpilih  dalam pemilu  seseorang pemimpin harus dituntut untuk memiliki sikap politik bernegara yang jelas (baca:memihak), karena jika independen dianggap layak untuk dijatuhkan oleh dunia Internasional. Itu yang terjadi di Mesir saat Morsi terpilih.  Ironis memang, tapi  begitulah demokrasi bekerja dengan keironisannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun