Mohon tunggu...
Lusius Sinurat
Lusius Sinurat Mohon Tunggu... Trainer, Penulis & Editor Buku, Essais -

Public Trainer & HR Consultant of Cerdas Bersinergi Consulting http://www.cerdasbersinergi.com | Founder/Ketua Dewan Pembina LSM DAG-DKI www.dag-dki.com | Blogger www.lusius-sinurat.com | Twitter @5iu5

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peran Tokoh Pemuda Dalam Memelihara Kerukukan Dan Harmoni Sosial

17 Juni 2011   16:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:25 3040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Akhirnya, di tataran praksis, para tokoh pemuda diharapkan mampu menjadikan nilai agama sebagai nilai universal-transformatif yang dikontekstualisasikan ke dalam realitas sosial yang rukun-guyub dan harmoni. Artinya,


  1. Kita tak boleh lagi ogah belajar dari sejarah perjalanan panjang kerukunan beragama dari para pendahulu kita.
  2. Kita seharusnya tidak melampiaskan ketidakpuasan di tataran sosial dengan menggunakan kekerasan.
  3. Kita semestinya tak menjadikan agama sebagai alat pembenaran (justifikasi) untuk menyerang pihak lain.


MERAWAT KERUKUNAN DAN HARMONI SOSIAL

Sebagai orang muda yang peduli terhadap kerukunan dan harmonitas sosial, saya mengajak seluruh masyarakat di Sumatera Utara, khususnya para tokoh pemuda, untuk meneladani pola keberagamaan yang telah ditunjukkan generasi-generasi awal bangsa ini.

Ada 3 hal penting yang dituntut untuk memelihara kerukunan dan harmonitas sosial tersebut, yakni, para tokoh pemuda seyogianya:


  1. harus mengembangkan pluralisme agama dalam konstruksi pemahaman pembangunan kerukunan dan harmonitas sosial yang mencerahkan bagi Indonesia hari ini dan masa depan.
  2. tidak mudah terperangkap menggunakan simbol agama sebagai alat politik untuk menyerang umat yang beragama lain.
  3. harus menyadari adanya perbedaan latar belakang (agama) dan meletakkan perbedaan itu sebagai ranah untuk saling menghormati ajaran (agama) lain, untuk selanjutnya menumbuhkan keimanan yang kokoh pada masing-masing umat, dan sekaligus membangun kerja sama yang lestari antarumat beragama.


Di propinsi Sumatera Utara ini, perlu kita pahami bahwa wilayah ini sebagai milik seluruh masyarakat Sumatera Utara tanpa harus ada pembedaan agama, suku, dan etnis di antara mereka. Umat Islam, Kristen, Buddha, Hindu, Khonghucu, dan lain-lainnya serta etnis atau suku apa pun memiliki hak yang sama untuk menikmatinya, serta sama-sama berkewajiban untuk melestarikannya.

Sebagai konsekuensinya, mereka semua bertanggung jawab dalam pengembangan kehidupan yang lebih baik, sejahtera, serta lebih menjamin terciptanya kedamaian. Bagaimanapun, semua langkah dan upaya mereka-kekhalifahan mereka di muka bumi ini nantinya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta. Karena itu, kita tidak dapat berbuat sewenang-wenang dalam bentuk mendiskreditkan atau berbuat biadab terhadap orang dan kelompok lain atau terhadap kehidupan. Inilah inti suatu keberagamaan yang hakiki.

KOMITMEN DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN DAN HARMONI SOSIAL

Untuk menghambat laju konflik yang berdimensi agama itu, tampaknya, para tokoh pemuda harus merumuskan kembali [1] cara pandang dan pemahaman mereka terhadap agamanya sendiri dan agama orang lain, serta [2] cara hidup dengan kelompok-kelompok lain (others), dengan senantiasa mengusahakan pluralitas agama yang bertoleransi dan saling menghargai lewat:


  1. komitmen yang kokoh terhadap agama masing-masing yang diikuti oleh kemampuan mensosialisasikan semangat ajaran serta keteladanan para pendiri agamanya.
  2. pemahaman terhadap kepekaan masing-masing dari kita menyangkut kecintaan serta ikatan batin dengan “panutan”-nya. Untuk itu, umat beragama seyogyanya tidak terpengaruh oleh sejarah konflik yang pernah terjadi di dunia luar [Alwi Shihab dalam Harian Republika, 10/08/2005].
  3. Sikap terhadap pluralitas agama dalam term agree in disagreement. Dalam term agree in disagreement sikap yang mesti dibangun ialah: "[a] setuju dalam perbedaan berarti orang mau menerima dan menghormati orang lain dengan segala totalitasnya, [b] menerima dan menghormati orang lain dengan seluruh aspirasinya, keyakinannya, kebiasaannya dan pola hidupnya, [c] menerima dan menghormati orang lain dengan kebebasannya untuk menganut agamanya”.
  4. Mekanisme transformasi pemahaman agama yang benar kepada masyarakat secara umum sebagai salah satu upaya meminimalkan adanya ketegangan di antara pemeluk agama.


Akhirnya, agama dalam cetakan baru bukan merupakan sebuah agama baru, tetapi sebuah rumusan agama yang menyuguhkan nilai-nilai inklusivisme, humanisme, serta bersifat transformatif kepada segenap ruang-ruang kehidupan. Untuk itu di dalam setiap agama dibutuhkan suatu perkembangan dinamis dalam kehidupan personal seseorang atau sekelompok yang didasarkan pada dinamika perubahan sosial.

Konflik telah membawa perubahan secara gradual dalam kehidupan sosial dan agama. maka, setiap agama, khususnya para tokoh muda yang ada di dalamnya, mau tidak mau harus bersatu padu mencari solusi bagi persoalan sosial di sekitar kita.

Salah satunya adalah membangun sebuah dialog, yang:


  1. tidak berkutat pada dokumen-dokumen agama yang verbalis melulu,
  2. masuk ke dalam living human documents, hingga mempercakapkan persoalan kemanusiaan manusia melalui bahasa agama yang mampu mengangkat mereka.


DIALOG SEBAGAI SARANA

Dialog di sini mesti benar-benar menggunakan matra bahasa agama, bukan hanya sebagai data yang harus direfleksikan, melainkan juga dievaluasi dan ditafsir untuk suatu kebutuhan pemanusiaan manusia.

Dialog yang dimaksudkan di sini adalah


  1. dialog (yang mencakup:) antar-personal, antar-profesional, dan inter-disipliner,
  2. dialog yang melibatkan ilmu-ilmu manusiawi lainnya,
  3. dialog yang di kemudian hari akan menghasilkan buah [condition for fruitful dialogue],
  4. dialog yang fokus pada masalah-masalah bersama dari sifat-sifat manusia dan menuju suatu transformasi.


Dengan dialog itu, kita menggunakan seluruh kemampuan “mendengar’ [listening skill] untuk dapat mengerti dan memasuki dunia klient, yang mungkin kebetulan berbeda agama dengan kita. Ini bertujuan untuk:


  1. memahami karakter klient, dan dari situ bagaimana merumuskan metode pendampingan [pastoral care] yang tepat lewat suatu perjumpaan dan percakapan [encounter and conversation].
  2. menjangkau segmen-segmen sekuler di luar batasan agama itu, dan masuk ke dalam horizon pergaulan antar umat beragama.
  3. bercorak religion caring and counseling, yaitu suatu relasi pelayanan interpersonal dalam perspektif yang utuh dari kehidupan manusia.
  4. membuat masyarakat terbebas atau membebaskan diri dari pengaruh-pengaruh yang merusak, termasuk konflik itu pula.


Dengan cara ini diharapkan agar setiap komponen agama memainkan peran kunci dalam mengembangkan dialog yang menyejukkan, hingga terciptalah kerukunan dan keharmonisan sosial di sekitar kita.

Akhir kata, dalam pendekatan teologi-biblis kristiani dikatakan, Kristus adalah Sabda yang menjadi daging dan tinggal di antara kita (Yoh 1:14). Demikian juga agama (kristen) harus menjelma ke dalam dunia, dengan budaya, tradisi dan bahasa lokal-nya. Hanya dengan cara inilah gereja (baca: agama) senantiasa mencari cara untuk memproklamirkan Kristus dengan cara yang relevan (RM 52). Hal yang sama juga berlaku untuk semua agama. Semoga!!!

Terimakasih

Medan, 17 Des ‘09

Lucius Sinurat SS., M.Hum (Disampaikan dalam Seminar "Dialog Tokoh Pemuda dalam memelihara Kerukunan dan Harmonitas Sosial" di FKUB Kota Medan, Nopember 2009). Artikel ini juga dimuat di http://luciusinurat.blogspot.com/2009/12/dialog-lintas-agama-di-fkub-191209.html

SUMBER:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun