Mohon tunggu...
Nur Rahma
Nur Rahma Mohon Tunggu... wiraswasta -

Perempuan dgn karakter zodiak virgo dan bershio ular. Mengaku dirinya peduli lingkungan. suka menulis dan pembaca setia sastra lama. Menekuni bidang ilmu hukum dalam kehidupan nyatanya. |Twitter: @lucerahma |IG @nurrachma25 |Blog puisi: lucerahma.tumblr.com |Domisili: bojong gede,bgr.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengingat Tangis Pak Tani

26 Agustus 2014   18:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:30 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

PELITA MATI. Mungkin itu istilah untuk menggambarkan dunia pertanian di Indonesia. Sebelum saya bekerja di Majalah Invofet ini saya tidak pernah peduli atau sekedar ingin berpikir. Makanan dan minuman yang masuk ke mulut saya, kemudian saya kunyah dan membuat perut saya menjadi kenyang itu asalnya darimana?

Apakah sayur-sayuran yang hijau itu ditanam di tanah negeri kita sendiri? ataukah jagung-jangung untuk pakan ternak-ternak kita berasal dari olah tangan petani negeri kita sendiri? Apakah keuntungan air minum segar yang berasal dari tanah tercinta kita ini larinya ke APBN lalu, sedikitnya bisa kita cicipin berkahnya karunia alam ini?

Dulu. Saya tidak pernah peduli. Yang penting saya makan enak. Saya makan kenyang. Bahkan jujur saya adalah termasuk orang yang seringkali menyisakan nasi atau lauk di sisa piring sehabis makan. Dulu sewaktu kecil, apabila ada sisa nasi di piring saya. Si mbah putri saya akan bilang. "Ayo, dihabiskan maemnya rahma...nanti pak taninya nangis loh?" lalu saya acuh-tak-acuh. Sampai si mbah putri saya itu melanjutkan bujukannya. Sambil menyuapi saya pelan-pelan sampai nasi sisa dipiring itu akhirnya tandas.

"Nasi itu sebelum bisa kita makan asalnya dari padi yang ditanam oleh pak tani"
Padi itu apa? ucap saya kecil.
Dijelaskan kembali, Padi itu yang suka kamu lihat kalau naik kereta ke jawa. Hamparan sawah yang tadinya hijau kemudian berubah menjadi kuning, yang membuat pak tani wajahnya gembira. Bentuk padi itu seperti ilalang di belakang rumah. Menanam padi ngak selalu tumbuh, ada yang gagal panen. Jadi kalau panen mereka sangat gembira sekali, tapi kegembiraannya hilang ketika pak tani nanti mendapat kabar dari mimpinya. Kalau padi yang sudah di tanamnya susah payah kemudian digilih dan menjadi beras lalu dimasak sama ibu. Eh malah mau dibuah rahma? Nanti pak tani akan nangis, karena nanamnya susah. Apa rahma tidak kasihan?

Berkali-kali sepanjang hari ini. Seusai menghadiri acara tehnical meeting untuk Agrinex expo 2014. Pikiran saya terbang ke masa kecil. Benarkan pak tani sesedih itu karena kalaupun nasi saya buang, toh mereka yang menanam padi sudah laku padinya. sudah ditukar jadi uang. Atau pak tani sedih karena makin lama makin sedikit lahan yang bisa ia tanami padi? #Maret24. #2014 #keresahanalampikiran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun