Mohon tunggu...
Luccius Heru Setiawan
Luccius Heru Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - UAJY

HOBI SAYA DENGERIN MUSIK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Keluarga sebagai Media untuk Melestarikan Suatu Nilai Budaya

15 September 2022   09:47 Diperbarui: 15 September 2022   10:13 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.merdeka.com

saat mengunyah makanan tidak boleh bersuara atau dalam budaya kami biasanya di sebut dengan mengecap makanan saat mengunyah. Hal tersebutlah di wariskan kakek saya kepada ibu saya, serta ibu saya juga mewariskannya terhadap saya. Bagi ibu saya,hal tersebut sangatlah penting untuk di ajarkan karena dapat membuat orang di sekitar kita merasa terganggu akibat aktivitas makan kita, serta di anggap tidak sopan oleh ibu saya.

Kakek dan nenek saya juga mengajarkan kepada ayah saya terkait tentang berjalan jangan sambil menyeret kaki. Budaya tersebut juga di wariskan oleh ayah saya kepada kami anak-anaknya. Hal ini di lakukan ayah saya karena beliau merasa berjalan sambil menyert kaki tidak baik di lakukan karena dapat menggaung pendengaran serta pengelihatan orang sekitar, tidak hanya itu berjalan sambil menyeret kaki juga terllihat seperti orang pemalas.

Ada pula budaya yang tidak diwariskan oleh kedua orang tua saya terhadap kami ke anak anaknya. Budaya tersebut yakni :

Saat kita lagi makan, alangkah baiknya kita tidak melakukan kegiatan makan tersebut di tengah pintu. hal tersebut di ajarkan oleh kakek saya terhadap ibu saya sebab kakek saya merasa hal tersebut tidak sopan karena akan banyak orang melewati sebuah pintu dan makanan akan di langkahi oleh seseorang. 

Namun ibu saya tidak mewariskan hal tersebut di karenkan kami sebagai anak tidak pernah melakukan hal tersebut, yaitu makan di depan pintu. Oleh sebab itu ibu saya tidak pernah mewariskan budaya tersebut.

Kakek saya mengajarkan ayah saya untuk tidak mandi saat waktu magrhib, budaya zaman dahulu percaya bahwa kegiatan tersebut tidak baik di lakukan karena bisa di cubit maupun di sentil oleh mahkluk ghoib (setan). Namun kebudayaan tersebut tidak lah di wariskan kepada kami anak-anaknya karena di anggap sudah tidak relevan lagi. 

Mengapa demikian? ayah saya mengatakan bahwa ketika kita percaya dengan Tuhan serta memilki iman yang kuat maka mahkluk ghoib atau setan tersebut tidak berani terhadap kita. Oleh sebab itu ayah saya tidak mendoktrine bahwa setan itu berani terhadap kita melainkan menanam kan keyakinan bahwa setan itu lemah dan takut terhadap kita.

Nenek saya mengajarkan kepada ibu saya bahwa saat hamil atapun mengandung tidak boleh melilitkan leher dengan kain untuk menahan dinginnya cuaca. Budaya tersebut di percaya bahwa ketika melakukan aktifitas tersebut maka leher bayi yang ada di dalam kandungan akan terlilit oleh tali pusar. 

Namun budaya terebut tidaklah di wariskan oleh ibu saya terhadap keponakan-keponakannya dikarenakan sudah tidak relevan lagi. kedokteran juga mengatakan hal tersbut tidak lah pengaruh terhadap janin yang lagi di kandung.

Dari beberapa kebudayaan yang di peroleh orang tua saya tersebut, dapat di simpulkan bahwa budaya akan terus berkembang mengikuti perkembngan zaman, ada yang masih relevan , ada yang tidak relevan lagi bahkan ada pula budaya yang berkembang sesuai zamannya.

Samovar, L.A, Porter, R.E, McDaniel, E.R, Roy, C.S. (2015). Communication:Between Cultures. 14th edition. Cengage Learning. Boston:USA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun