Mohon tunggu...
suryadi martodiwiryo
suryadi martodiwiryo Mohon Tunggu... -

pernah kuliah th 1963 di fak pertanian Unbra tidak selesai, pernah menjadi ketua kop susu Bogor, menjadi manajer di penginapan Legian bali, pernah menjadi manager di perusahaan campuran Indonesia Jepang dan banyak pekerjaan-pekerjaan kecil lainnya hoby membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Pilihan itu Ada oleh Bintang Rina

11 Juni 2013   08:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:13 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

KETIKA PILIHAN ITU ADA.

(oleh Bintang Rina)

Bagi orang yang hidupnya pas-pasan, dan jarang mempunyai peluang memilih biasanya akan langsung membuat pilihan , bila peluang itu ada. Apalagi bila pilihan tadi menjanjikan sesuatu yang sangat berguna baginya.Namun nyatanya tidak selalu demikian. Untuk lebih jelasnya silakan mengikuti uraian di bawah ini.

Di Klinik khusus mata namanya “Klinik mata Dokter Hasri Ainun Habibi “ di jalan Dokter Semeru (Semplak) Bogor, aku melihat banyak pasien yang menunggu di operasi matanya dengan istilah operasi katarak. Pada umumnya para pasien tadi selalu ada yang mengantar bahkan lebih dari satu orang ,walaupun saat itu belum waktunya operasi.. Diantara pasien yang jumlahnya sekitar 30 sampai dengan 45 orang itu itu ada seorang lelaki tua yang penampilannya berbeda dengan yang lainnya. Berbeda disini maksudnyalelaki itu kelihatan kalau bukan orang kaya, namun wajahnya penuh percaya diri. Kata petugas , lelaki itu telah beberapa kali datang ke klinik ini .Dan setiap kali datang ia selalu sendirian dengan mempergunakan angkutan umum alias angkot. Walaupun demikian dia termasuk dalam kelompok pasien yang di dahulukan dibanding dengan pasien-pasien lainnya walaupun ia datangnya belakangan. Ketika kutanyakan kepadapetugas klinik apa kelebihan lelaki itu sehingga diperlakukan lebih cepat dari yang lainnya? Dijawab karena lelaki itu pasien umum. Selanjutnya tanpa kuminta petugas menjelaskan kekhasan kliniknya. Ternyata di klinik ini ada tiga paket biaya pengobatan.

“ Paket yang pertama seluruh biaya operasi di bayar penuh oleh si pasien. Orang ini disebut pasien umum. Paket kedua, adalah paket operasi dimana pasien hanya mampu membayar separuh biaya operasi. dan paket ketiga adalah pasien dengan biaya operasi gratis. Untuk mendapatkan biaya operasi gratis, maka pertama-tama orang tadi harus mempunyai kartu keluarga . Dengan kartu tadi orang tadi datang ke desa meminta surat keterangan tidak mampu disingkat SKTM,dari desa masing-masing. Biasanya selain memperoleh SKTM, pasien juga meminta surat keterangan tambahan, bahwa yang bersangkutan sudah tidak bekerja, alias menganggur. Selanjutnya berkas-berkas tadi di fotokopi rangkap enam lalu dibawa ke Puskesmas setempat untuk mendapatkan rujukan.Demikian juga untuk pasien yang hanya mampu membayar separuh biaya operasiharus mendapatkan surat SKTM dari desa. Bedanya dalam surat tadi ada penjelasan tambahan bahwa kemampuan membayar orang tadi hanya 50% saja. Untuk pasien umum karena mampu membayar penuh maka,yang bersangkutan tidak perlu membawa surat apa-apa. Bisa langsung datang ke Klinik. Soal pelayanannya termasuk pelayanan operasi kataraknya semua paket sama istilahnya pelayanan standard, hanya yang membayar penuh yang di dahulukan. Itu sesuatu yang wajar.” Demikian petugas klinik menjelaskan.

“Mengapa bapak menanyakan orang tadi ?” Tanya petugas lainnya kepadaku.

“Karena orang tadi tampak percaya diri sekali.”

“Memang benar. Dengan bangga dia bercerita bahwa dengan membayar penuh biaya operasi ini maka, dia merasa tidak merugikan siapapun dan merasa mampumemelihara apa yang telah dipercayakan Tuhan kepada dirinya.”

“Maaf saya tidak mengerti, apa hubungannya mambayar penuh dengan kepercayaan Tuhan….”

“Semula orang tua tadi berencana operasi dengan biaya gratis. Dia telah mengurus semua persyaratan untuk mendapat kemudahan operasi katarak gratis. Namun kemudian dibatalkan padahal waktu itu ia sudah berada di Ciawi yaitu rumah sakit umum daerah Kabupaten Bogor.Ketika menunggu panggilan untuk pemeriksaan ,lelaki tua tadi tiba-tiba merasa bahwa operasi gratis bukan pilihannya. Ia lebih senang membayar penuh. Lalu ia langsung pulang.” Demikian petugas menjelaskan

“Apa alasannya dia tidak mau memilih yang gratis? Biasanya kalau ada pilihan apalagi pilihan antara membayar dan gratis maka, yang gratislah yang “ diserbu” orang.

“Itulah kelebihan dia yang patut kita acungi jempol. “ kata petugas, lalu dengan suara yang dipelankan dan mata mengamati sekitarnya penuh waspada diteruskan“Kalau bapak saksikan disini dan melihat mobil pengantar para pasien yang berjajar di halaman itu hampir separo pasien kita ini , menurut pengamatan saya, mampu bila membayar operasi penuh, hanyaRp. 5.700.000,-atau paling tidak pasti bisa membayar separuhnya. Rp.3.700.000,- Bahkan saya sering menyaksikan beberapa pasien yang gratisan itu ada yang mempunyai Avanza, dan HP-nya Blackberry asli dan lain-lain yang hebat.”

“Padahal gratis itu hanya untuk mereka yang miskin.” Kataku sambil geleng-geleng kepala

“ Kembali ke pasien yang bapak tanyakan tadi,ketika dia membaca SKTM di mana dijelaskan bahwa ia keluarga tidak mampu, yang artinya keluarga miskin, dan kedua ketika ia membaca keterangan bahwa ia tidak bekerja alias pengangguran, maka hatinya langsung terguncang sedih dan merasa dirinya hina.” Petugas klinik menjelaskan.

“ Dia merasa gengsi atau bagaimana .Saya tidak mengerti Kan formulir dari desa itumemang standard . Artinya di mana- mana bunyinya memang demikian……!”

“Pasien tadi orang Jawa,konon almarhumah ibunyapernah berpesan bahwa,” Laku setindak, omong sakecap muna-muni dadio panembah. Yang maksudnya bahwa sesungguhnya setiap tingkah-laku ,ucapan dan perkataan orang itu adalahdoa atau permohonan kepada Tuhan. Jadi sewaktu orang tadi membaca SKTM dan suratketerangan tidak bekerja, hatinya langsung gelisah. Selama ini ia merasa memang tidak kaya tetapi bukan orang miskin. Ia bekerja dibayar murah tetapi ia bukan pengangguran. Ia ingin mendapat bantuan untuk operasi katarak. Namun kalau ia harus membuat pengakuan sebagai miskin dan menganggur, ia tidak mau Ia takut kuwalat dan benar-benar jatuh miskin serta menjadi pengangguran. Ia akan menyesal seumur hidup. Apalagi ketika ia sedang dalam kegelisahan anaknya berkata,” Buat apa mempunyai tabungan kalau badannya sakit!”Seketika ia hatinya lapang dan ikhlas mencairkan tabungannya untuk biaya operasi mata katarak.

Seminggu yang lalu ia datang lagi kesini dengan wajah penuh percaya diriuntuk membayar biaya operasi katarak. Dan hasilnya memang baik. Pemeriksaan sebelum operasi tentang gula darah, tekanan darah tinggi dan lain-lainnya baik semua. Demikian pula operasi yang hanya berlangsung 15 menit itu hasilnya lancar dan bagus. Kita semua bersyukur atas hasilnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun