[caption caption="Pantai Klayar, Pacitan, Jawa Timur (dokumentasi pribadi)"][/caption]
Itu yang kualami saat melakukan perjalanan dari Kediri ke Pacitan, Jumat dini hari 1 Januari 2016. Ini adalah kali pertama aku travelling dengan minim persiapan bersama teman-teman. Berangkat dari kota tahu dan getuk pisang dengan modal nekat. Kami berenam hanya menggunakan sepeda motor dan pakaian ala kadarnya. Juga mengandalkan jaket sebagai penghangat badan. Makanan? Siapa bilang kami membawanya? Botol air mineral pun hanya dibawa dua orang dari enam pemuda yang berangkat.
Melewati banyak desa dan kelokan sesudah perayaan tahun baru, membuat jalanan tidak sesepi malam-malam biasanya. Sesekali kami berpapasan dengan pengendara lain yang usai merayakan pergantian tahun. Rasa lelah karena melakukan perjalanan dini hari tidak kami rasakan karena kerinduan menikmati pemandangan alam di kota kelahiran Mantan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga jam tanpa henti, kami memutuskan beristirahat di Panggul, Kabupaten Trenggalek. Cukup memejamkan mata di sebuah gubug kecil di pinggiran jalur lintas selatan. Rasa kantuk tak tertahankan pun kami lampiaskan, kurang dari lima menit. Membaur dengan ciptaan Sang Kuasa membuat kami pasrah dan berserah. Mengandalkan perlindungan-Nya jika kemungkinan terjadi hal-hal di luar kendali manusia, misal bencana alam dan kriminalitas.
Tapi ternyata tidur di alam bebas justru memberikan kenikmatan tersendiri ketika angin pagi membelai kami dengan sejuknya. Lalu kami melanjutkan perjalanan dengan semangat, sebelum kami kesiangan dan berjibaku dengan kemacetan yang diprediksi akan terjadi. Tidak lama, perut yang keroncongan mendorong kami untuk mampir di sebuah warung di Kabupaten Pacitan. Sepiring nasi, sayur, dan lauk menu lokal, lengkap dengan segelas teh panas, memberi sensasi tersendiri sarapan di awal tahun. Pemandangan berupa hamparan sawah hijau di depan warung membuat rasa lelah selama perjalanan hilang sementara waktu.
Sesudah menikmati makan pagi khas pedesaan yang nikmat, perjalanan pun berlanjut dengan sukacita. Perut kenyang, hati pun senang. Pasca melewati hutan dan tebing selama berjam-jam, kami disuguhi pemandangan jalanan Kota Pacitan. Tenang namun asri. Mungkin kota ini memang tidak sepadat dua kota besar yang kusinggahi dalam 3 tahun terakhir, Surabaya dan Bandung. Atau bisa jadi, lengangnya jalanan lantaran efek liburan sehingga warga memilih menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga atau bangun lebih siang dibanding hari biasa. Tidak lama berada di kota kecil ini, lantas kami kembali berjibaku dengan jalanan berliku yang menuntut konsentrasi tinggi para pengemudi motor.
[caption caption="Beginilah kelok jalanan Trenggalek-Pacitan yang kami lalui (foto: http://www.kompasiana.com/www.teguhhariawan/pesona-great-ocean-road-pacitan_552a5b636ea834912c552d1f)"]
Akhirnya sekitar pukul 08.00, kami tiba di Pantai Klayar sebagai tujuan wisata ini. Meski cuaca terik, rasa lelah terbayar ketika melihat pantai biru dengan air yang sejuk, pasir putih yang lembut, dan tebing yang tinggi menjulang. Meneguk sebotol air mineral seakan menjadi surga pelepas dahaga selama berkendara. Puas menikmati pemandangan, kami berfoto bersama, diselingi canda tawa. Belum lagi kami mencoba mengendarai ATV yang dikemudikan ahlinya. Sungguh pengalaman yang menakjubkan! Menaiki bebatuan, bermain air (baca dalam bahasa Jawa: ‘keceh’), dan duduk santai menjadi kegiatan kami selama sekitar empat jam di tempat ini.
[caption caption="Keindahan Pantai Klayar (dokumentasi pribadi)"]
[caption caption="Candid adikku yang lari berkejaran dengan ombak Pantai Klayar yang saat itu cukup pasang (dokumentasi pribadi)"]
[caption caption="Kami berenam berfoto bersama di salah satu tebing di Pantai Klayar (dokumentasi pribadi)"]