“Penasihat Ajaib
Allah yang Perkasa
Bapa yang Kekal, Raja Damai
Sambutlah Dia, Yesus Tuhan, Juru Selamat dunia”
Kutipan lagu berjudul “Penasihat Ajaib” di atas tentu tidak asing bagi mereka yang merayakan Natal di Indonesia. Lagu lama itu seakan “wajib” dinyanyikan umat Kristiani setiap bulan Desember, selain lagu “Malam Kudus”.
Saya turut menyanyikan lagu itu pada perayaan Natal 2016. Setidaknya tiga kali, yakni saat ibadah pagi dan perayaan Natal di sebuah gereja di Bandung, serta gereja asal di Kediri. Tanpa janjian, kedua gembala sidang atau pendeta yang berkhotbah mengambil ayat yang sama, sebagai landasan khotbah, yakni Yesaya 9:6 yang berbunyi, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.”
Biasanya lagu yang dinyanyikan jemaat, sudah lebih dulu ditentukan sie acara dan worship leader atau pemimpin pujian, dengan menyesuaikan tema khotbah yang disampaikan pendeta. Hal ini dilakukan agar jemaat lebih mendalami khotbah dan merefleksikan kehidupan mereka selama ini. Harapannya, sepulang dari ibadah, mereka dapat mengaplikasikasikan firman dalam kehidupan sehari-hari.
Saat mengikuti perayaan Natal di Gereja Baptis Indonesia (GBI) Karunia Kediri, Sabtu malam 24 Desember 2016, ada sebuah pemahaman yang menarik dari ayat sekaligus lagu di atas. Bukan sekadar kelahiran Yesus yang biasa dikhotbahkan setiap Natal.
Pada malam Natal kali ini, Gembala Sidang GBI Karunia Kediri, Pdt. Ed Merdhiriawan, S.K.H., M.A. mengajak jemaat untuk belajar menepati janji, melalui tema "Dia Datang untuk Menggenapi". Awalnya, jemaat cukup mengernyitkan dahi sebagai tanda keheranan. Apa hubungannya Natal dan menepati janji?
“Yesus datang ke dunia untuk menggenapi atau menepati janji yang pernah disampaikan pada ratusan bahkan ribuan tahun sebelumnya,” paparnya. “Itu kan Tuhan Allah yang tidak lupa menepati janji lalu bagaimana dengan manusia, apakah bisa menepati janji? Malah bisa jadi, belum janji sudah lupa duluan?” Pdt. Merdhi, sapaannya, menyampaikan kemungkinan pemikiran banyak orang selama ini.
Dalam durasi sekitar 15 menit, ayah dua anak itu menutup khotbahnya dengan ajakan kepada jemaat untuk memegang teguh janji yang pernah diucapkan.
“Kalau janji itu pernah diikrarkan sendiri, seseorang harus menepatinya sebisa mungkin karena Allah telah menepati lebih dulu janji-Nya. Kita sudah merasakan janji Allah.”