Siapa di antara kalian yang nggak pernah belanja online? Siapa di antara teman-teman yang nggak pernah mengirimkan paket, entah itu antarkota, antraprovinsi maupun antarnegara? Ya, di tengah perkembangan teknologi seperti sekarang, saya yakin, teman-teman pernah membeli barang-barang secara online atau sekadar mengirim barang maupun hadiah untuk seseorang nan jauh di sana. Nggak peduli itu keluarga, teman maupun pasangan.
Yang namanya memesan barang dari online shop maupun memberikan bingkisan untuk orang lain, tentu kita pengen dong barang yang kita pesan maupun kirimkan tadi bisa sampai tujuan dengan selamat. Nggak heran kalau kita mengusahakan segala cara supaya barang ini tetap aman alias nggak pecah dan nggak lecek (kayaknya kalau yang ini sih kecil kemungkinannya). Melapisi paket beberapa kali, udah. Membungkus rapi dengan plastik sendiri, udah. Bahkan kadang kita masih minta packing kayu ke jasa pengiriman paket yang dituju. Biasanya, perlakuan agak istimewa ini kita lakukan pada barang-barang pecah belah dan elektronik.
Singkat cerita, sewaktu barang yang dimaksud sudah sampai di tangan dengan selamat dan tak kurang apapun, percayalah kalau bungkusnya ditelantarkan begitu saja. Paling banter dibuang ke tempat sampah, termasuk kemasan packing kayu tadi.
Tetapi siapa sangka, kalau kayu yang sudah menjadi limbah tadi bisa dikreasikan menjadi barang yang bernilai seni? Nah, pemuda asal Kabupaten Kediri, Jatmiko Bagus mampu melihat peluang emas ini. Terlalu sering melihat limbah kayu yang dibuang begitu saja oleh pemiliknya, lantas dalam pemikirannya pun terbesit untuk menjadikannya sebagai “bahan eksperimen”.
Yang namanya seniman, apapun pasti bisa “disulap” menjadi sesuatu yang bernilai, termasuk barang bekas. Apalagi, pemuda berkulit sawo matang ini memang suka melukis sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD) dan memilih untuk melanjutkan pendalamannya di dunia seni di Jurusan Desain Komunikasi Visual, Universitas Negeri Malang (UM), Kota Malang. Istilah saya mah, udah terlanjur basah, nyemplung aja sekalian!
Menariknya, ketika kebanyakan anak daerah memilih buat bekerja dan berkarya di perantau, pemuda yang akrab disapa Jatmiko itu justru berpikir sebaliknya. Setelah lulus kuliah, ia mengajak enam temannya membuka galeri sendiri di kawasan Kediri yang diberi nama Ofkla Project. Nama "Ofkla" diambil dari kata aufklarung yang artinya adalah pencerahan dalam bahasa Belanda.
"Itu pun masih kita sederhanakan lagi penyebutannya jadi ofkla. Pencerahan itu kita artikan sebagai mem-braindstorm pola pikir manusia untuk lebih bebas berkreasi dan berinovasi dalam kehidupan," paparnya.
“Dalam seminggu, saya dan teman-teman bisa memproduksi antara 20 sampai 30 karya. Hasilnya lumayanlah, hehehe.” tukasnya dengan santai di galerinya yang berada di Jalan Masjid Lama, Desa Paron, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Jatmiko mendatangkan limbah kayu sebagai bahan baku utamanya dari Kota Surabaya. Lebih spesifik, jenis kayu yang dipilihnya adalah limbah kayu jati yang biasa digunakan sebagai pelindung barang elektronik, temasuk yang digunakan di jasa pengiriman barang.
Tahapan awal yang Jatmiko lakukan adalah memilih kayu yang memiliki tekstur kuat. Setelah kayu disortir, baru kayu-kayu ini dihaluskan dan dibuat sketsanya menggunakan pensil. Kemudian, gambar tersebut diwarnai dengan teknik air brush dan dibakar.