Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Trainer BNSP RI, Public Speaker & Professional Hypnotherapist email: Luanayunaneva@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Gereja Hidup Berdampingan dengan Warga

12 Mei 2017   17:06 Diperbarui: 13 Mei 2017   08:41 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pagelaran wayang orang, salah satu kegiatan yang dihelat GBI Karunia Kediri untuk menjalin hubungan semakin erat dengan warga setempat (foto: Luana Yunaneva)

Menjalankan landasan agama bukan berarti sibuk dengan "dunianya" sendiri melainkan juga mempedulikan orang-orang sekitar. Hal inilah yang diterapkan Gereja Baptis Indonesia (GBI) Karunia, Desa Campurejo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri dalam hidup bermasyarakat. Kesadaran untuk hidup membaur dengan warga setempat itu, selain karena lokasi gereja yang berdampingan dengan perkampungan warga, tidak lepas dari peranan gembala sidang gereja tersebut, Pdt. Ed Merdhiriawan, S.KH., M.Th.

Langkah awal dilakukan pria yang akrab disapa Merdhi itu, saat ibadah syukur dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-61. Kalau biasanya ibadah syukur kemerdekaan dilakukan pada 16 Agustus setiap tahunnya, tahun 2006 menjadi kali pertama gereja ini mengadakannya pada 17 Agustus. Seperti biasa, ibadah syukur dilakukan di dalam gereja untuk mendoakan kebaikan bagi bangsa Indonesia dalam berbagai bidang, seperti keamanan, ekonomi, pemerintahan dan kedamaian.

"Yang lebih istimewa, sesudah ibadah syukur, kami mengajak warga sekitar ikut makan bersama jemaat di halaman. Hanya makan bersama tapi tidak ada sekat atau batasan antara warga dengan jemaat. Semua makan menu yang sama. Jemaat maupun tetangga sekitar mengajak suami, istri dan anak-anak mereka," katanya.

Kebersamaan antara jemaat dengan warga sekitar tidak hanya terjalin di antara orang dewasa saja, tetapi juga anak-anak. Salah satunya melalui kegiatan 17-an Sekolah Minggu (SM). Panitia HUT RI GBI Karunia Kediri mengajak anak-anak warga sekitar untuk mengikuti beragam lomba di halaman gereja, seperti lomba makan kerupuk, membawa kelereng menggunakan sendok, memukul air, membawa bendera dan memasukkan paku ke dalam botol. Menariknya, mereka semua bersedia dan berbondong-bondong mengikuti permainan yang telah disiapkan panitia.

Rangkaian perlombaan itu membuat anak-anak SM gereja membaur dengan anak-anak warga sekitar. Wajah lugu bocah-bocah itu menunjukkan hangatnya kebersamaan dalam setiap canda, tawa dan teriakan yang dilontarkan. Aneka hadiah yang disiapkan panitia berupa piala dan alat tulis menarik juga menjadi motivasi tersendiri bagi anak-anak, sehingga mereka bersemangat dalam mengikutinya.

"Pendekatan seperti ini sangat penting karena gereja tinggal di lingkungan masyarakat majemuk, sehingga gereja perlu menjadi pionir dalam kebersamaan," jelas pria yang sempat menempuh pendidikan Strata 1 Kedokteran Hewan di Universitas Airlangga Surabaya itu, sebelum melanjutkan pendidikan Strata 2 Magister Teologia di Sekolah Tingi Teologia Baptis Jakarta (STTBJ), Jakarta.

Meski menyandang status sebagai seorang pendeta, Merdhi berusaha aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, terutama dalam lingkup rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW). Berkat keaktifan dan kepiawaiannya menjalin komunikasi dengan warga sekitar, ia sempat dipercaya untuk menjadi ketua RT selama empat bulan pada tahun 2008.

"Tetapi saya pun melepaskan jabatan tersebut karena kesulitan membagi waktu dengan pelayanan di gereja dan keluarga, juga warga sekitar. Setelah saya tak lagi menjadi ketua RT, saya masih tetap berkomunikasi dengan baik kepada warga. Lha wongsaya juga masih tinggal di sana."

Menonton Wayang Goyang Bersama, Mengapa Tidak?

Sikap saling menghargai antara kedua belah pihak, membuat jemaat gereja yang beralamat di Jalan dr. Sahardjo 69 Kediri itu pun tak keberatan untuk meminjamkan sejumlah peralatan yang dibutuhkan warga pada acara-acara tertentu, seperti momen kebersamaan dan duka.

Sebaliknya, warga sekitar turut menghargai acara-acara yang diadakan oleh gereja. Untuk kegiatan keagamaan, mereka berusaha menjaga ketenangan. Sementara untuk kegiatan gereja yang memang mengundang warga, mereka turut menghadirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun