"Wah, lama banget ya, kak! Bandung-Bekasi cuma dua jam, hehe, " komentar seorang sahabat melalui aplikasi Whatsapp yang baru saja terima. Ia menanggapi pesan yang menjelaskan bahwa saya baru sampai Madiun dan sesuai jadwal, saya baru akan tiba di kampung halaman sekitar dua jam lagi.
Sesaat saya merenung. Benar juga kata sahabat saya tadi. Naik kereta itu lama sekali! Apalagi perjalanan yang saya tempuh itu lintas provinsi. Dari barat ke timur. Berkebalikan arah perjalanan mengambil kitab suci Biksu Tong, kalau ingat serial Kera Sakti, hehe. Namun entahlah, saya menyukainya.
Apa daya tarik kereta api sehingga saya selalu menggunakannya untuk menempuh perjalanan jarak jauh?
Pertama, murah. Tarifnya yang ekonomis tidak membuat saya harus mengalokasikan anggaran khusus, ketika ingin pergi ke luar kota atau pulang kampung. Mau pergi bersama teman-teman pun tak ada masalah. Justru perjalanan akan semakin menyenangkan karena ada teman ngobrol.
Kedua, bentuk ucapan syukur atas kesempatan dan stamina yang Tuhan beri. Beberapa teman mengatakan bahwa naik pesawat lebih cepat sampai tujuan dibandingkan kereta api. Belum lagi, menurut mereka, naik kereta membuat tubuh kelelahan karena mereka harus duduk dalam durasi yang panjang. Ya, sama membenarkan pernyataan itu. Namun saya bersyukur, ketika rasa lelah juga terasa, saya justru tidak kapok karena keletihan itu seakan hilang sewaktu saya sudah bertemu keluarga dan teman-teman yang saya kunjungi. Lelah yang nikmat. Mumpung Tuhan berikan usia muda dan stamina bagus, mengapa tidak kalau saya menikmatinya? Belum tentu kan, kalau kelak saya menikah dan memiliki anak akan bebas di dalam kereta api seperti sekarang karena harus membawa banyak perlengkapan untuk buah hati.
Ketiga, mengamati dan mempelajari karakter penumpang. Ketika perut kenyang, bosan membaca buku dan enggan memainkan handphone, aktivitas ini yang paling saya suka. Mudah. Cukup duduk manis dan mengamati para penumpang, saya bisa senyum-senyum sendiri melihat ulah mereka. Ada anak kecil yang tak henti-hentinya berceloteh dan bertanya ini-itu kepada orang tua dan saudaranya, sepasang sahabat yang asyik mengobrol sambil menikmati pemandangan, orang yang asyik memainkan gadgetnya, orang tua yang memanjakan buah hatinya yang masih balita dan sebagainya. Bagi saya, analisis sosial seperti itu asyik!
Keempat, mempelajari banyak hal dari kampus kehidupan. Hal ini saya dapatkan ketika kalau berkesempatan untuk duduk bersebelahan atau berhadapan dengan penumpang yang asyik diajak mengobrol. Beberapa waktu lalu, saya pernah bersebelahan dengan orang Bapak dari Indonesia bagian timur. Dari basa-basi di awal pertemuan, ternyata obrolan pun berlanjut. Beliau menceritakan pengalamannya di sana, juga proyek yang dilakukannya selama semingguan di Jakarta. Tak hanya itu beliau juga memberikan saya sejumlah nasihat yang baik untuk ke depannya. Saya bisa memetik pelajaran kehidupan darinya. Ini baru satu orang padahal ada banyak orang yang saya temui di dalam kereta api. Tentu, ceritanya tak akan habis dibahas dalam satu tulisan ini.
Oya, saya bersyukur, ketika mudik dalam rangka merayakan Natal dan tahun baru, ada hal yang baru juga. PT. Kereta Api Indonesia (KAI) tampaknya terus meningkatkan kualitas pelayanannya, bahkan untuk kereta api ekonomi. Sekadar informasi, saya memilih karena hanya jenis kereta ini yang memungkinkan saya gunakan sepulang dari kantor.
Lihat saja desain bangkunya yang baru, dengan sarung di bagian atasnya. Saya lihat, fasilitas AC-nya juga lebih baik dibandingkan sebelumnya. Kebersihannya semakin terjaga dengan petugas kebersihan yang rutin mengangkut bungkus makanan penumpang setiap beberapa jam sekali.
Hal-hal itulah yang membuat saya sekarang makin menikmati naik kereta api. Naik kereta api kelas ekonomi saja kini sudah lebih nyaman, apalagi kelas bisnis dan eksekutif. Hidup, kereta api!
Â