Beberapa waktu yang lalu, saat menemani anak bermain dengan teman-temannya, sejumlah ibu asyik mengobrol.Â
Saya pun mendekati mereka yang sebenarnya juga tengah mendampingi anak-anaknya. Ternyata mereka sedang membicarakan proses tumbuh kembang anak. Topiknya beragam, mulai anak yang susah makan, kegiatan anak di sekolah, hingga kemampuan baca-tulis anak.
Bicara soal baca-tulis, tentu ini jadi pokok bahasan yang seru bagi para orang tua. Apa lagi kalau bukan para orang yang dituntut untuk ekstra sabar dalam mendampingi proses belajar anak. Bagi yang sudah berhasil membuat anak bisa membaca dan menulis, bahkan di usia dini, tentu menjadi prestasi dan kebanggaan tersendiri bagi orang tuanya.
Sementara bagi yang belum, tentu menjadi proses struggle tersendiri dengan usahanya. Mau mengajari anak sendiri atau mendaftarkan anak di guru les, itu jadi pilihan masing-masing orang tua yang tidak sepatutnya dihakimi.Â
Bagi orang tua yang berusaha mengajari sendiri, berbahagia dan bersabarlah karena Anda mengambil peran secara langsung dan mengetahui prosesnya.Â
Bagi orang tua yang memilih guru les karena sibuk bekerja, tak perlu berkecil hati, karena Anda tetap memikirkan dan mencarikan solusi agar persoalan ini tuntas.
Mungkin ada orangtua yang masih beranggapan bahwa anak harus bisa membaca dan menulis maksimal di usia enam tahun agar tidak buta huruf. Salah satu pemicunya adalah skill baca-tulis wajib dimiliki anak yang akan duduk di bangku sekolah dasar (SD). Padahal menurut saya, kegiatan membaca dan menulis adalah proses yang panjang.
Seorang anak memerlukan stimulasi sejak dilahirkan. Dia sangat menyukai berbagai rangsangan, entah penglihatan, pendengaran maupun sentuhan. Saat melihat benda dan warna baru, perhatian bayi pasti tertuju ke arah sana. Bayi pun berusaha mengembangkan semua indera sensori dan motoriknya secara maksimal untuk merasakan dan memaknai sesuatu.Â
Makanya bayi kelihatan suka bengong atau melamun saat melihat sesuatu, terutama barang baru, karena dia sedang asyik menyelediki dengan caranya sendiri. Kalau sudah begini, saran saya, biarkan saja dan cukup amati. Tidak perlu ditanya, "Lihat apa, dek? Wah, benda apa itu ya? Kamu tau gak ini namanya apa? Ini biasanya dipakai Mama buat apa, hayo ?" Karena pertanyaan-pertanyaan seperti itu hanya mendistraksi atau mengganggu fokusnya.