"Kamu siaran jam berapa, Lu?"
"Eh, aku udah nonton channel-nya nih, tapi kok nggak ada program yang kamu bilang ya?"
"UHF-nya udah bener sih ini, tapi kok bureg (kurang jelas) ya?"
"Itu kamu yang siaran? Gambarnya nggak kelihatan."
Beberapa pertanyaan dan komentar itu sering saya dapatkan sewaktu masih bekerja sebagai presenter dan reporter di Kompas TV Biro Kediri, Jawa Timur, pada tahun 2017 hingga 2019 lalu. Pada saat itu, memang Kompas TV baru membuka kantor biro di Kediri pada akhir tahun 2016, sehingga kantor cabang ini harus terus melakukan pembenahan secara internal dan promosi kepada masyarakat. Jadi tidak heran, ketika saya dan tim melakukan kegiatan peliputan, justru kami dikira bekerja untuk stasiun televisi lokal yang sudah ada sebelumnya di Kota Kediri. Alhasil, kami pun harus menjelaskan serba-serbi siaran lokal, seperti program, jam tayang, tim yang terlibat, hingga perbedaannya dengan program siaran nasional.
Saya ingat betul, bagaimana saat itu beberapa teman dan klien menyayangkan tayangan siaran lokal yang berbeda jauh dengan tampilan siaran nasional. Untuk bisa menonton siaran lokal, kami harus menyetel dulu pada frekuensi yang pas. Pun jam tayang yang diberikan untuk siaran lokal saat itu hanya antara pukul 04.00 sampai 07.00 WIB. Saat sedang tidak bertugas, seringkali saya menyaksikan tayangan siaran lokal dan memang benar tentang apa yang disampaikan teman-teman saya sebelumnya. Saya pun jadi mengerti, bahwa slot waktu yang pendek dan tampilan layar yang berbintik, tentu kurang bisa memanjakan mata penonton yang ingin mengetahui berita-berita dalam eks-Karesidenan Kediri.
Namun saat ini, saya amati pihak Kompas TV mulai melakukan pembenahan, dengan melakukan migrasi siaran televisi dari analog ke digital. Beberapa stasiun televisi pun melakukan hal yang sama. Tentu saja ini menjadi angin segar bagi masyarakat, karena bisa menikmati kualitas siaran gambar yang lebih jernih, beresolusi lebih tinggi, dan pilihan saluran yang lebih banyak. Menariknya lagi, semua fasilitas tersebut dapat dinikmati tanpa berbayar, alias gratis. Selama ini warga memang harus berlangganan TV kabel untuk bisa menonton TV tanpa "bintik semut". Biayanya pun juga tidak murah, untuk kebutuhan tersier semacam ini.
Dari sisi hukum, migrasi penyiaran dari teknologi analog ke digital ini sesuai dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mengutip siarandigital.kominfo.go.id, setelah hampir 60 tahun siaran TV analog mengudara, proses pergantian siarannya menjadi digital atau Analog Switch Off (ASO) ini dilakukan paling lambat pada 2 November 2022. Upaya ini diharapkan bisa menyusul keberhasilan beberapa negara di Asia Tenggara yang sudah lebih dulu melakukan proses migrasi digital, seperti Brunei Darusallam, Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Myanmar.Â