Berdasarkan pengamatan saya, mereka yang “turun” memang sudah mempelajari minimal dasar-dasar berdansa, bahkan beberapa jenis tarian. Tak heran ketika musik berganti, mereka bisa langsung menyesuaikan gerakan kaki, tangan dan tubuh sesuai irama. Alhasil, siapapun yang menyaksikannya akan merasa senang dan berdecak kagum melihat lenggak-lenggok sepasang pria dan wanita yang menari bersama. Namun siapa sangka, di balik gerakannya yang lincah dan lemah gemulai, bibir mereka bergerak seakan menghitung langkah demi langkah kakinya.
Pakaian yang mereka gunakan tergolong casual karena ini hanyalah ajang mereka berkumpul, bukan kompetisi yang mengharuskan mereka meggunakan pakaian dansa yang sesungguhnya. Malam itu, pria mengenakan kemeja dan celana panjang kain tetaoi ada juga yang menggunakan polo shirt. Sementara wanita mengenakan blouse dan rok. Ada juga yang mengenakan gaun. Tampilan anggun wanita semakin menonjol ketika berdansa dengan pria, terutama ketika rok atau bagian bawah gaun mengibas dengan indahnya.
Tua-muda, laki-laki maupun perempuan tak memandang bulu. Meski awalnya mereka tak saling mengenal, namun dansalah yang membuat mereka berinteraksi melalui olah tubuh. Ketika seseorang ingin menari dalam acara tersebut namun belum memiliki pasangan, akan ada pedansa lawan jenis yang siap mendampingi. Maklum, gerakan pria dan wanita dalam dansa tidak sama. Yang ada justru berkebalikan. Namun ada juga pendansa profesional yang menguasai gerakan pria dan wanita sehingga ia siap mendampingi sesama jenis untuk berdansa.
Setelah menonton para anggota komunitas ini menari, saya mendapat kesempatan untuk mencobanya. Sempat mempelajari dansa jenis waltz sekitar dua bulan pada pertengahan tahun 2015, ternyata cukup menjadi bekal untuk mencermati hitungan bhirama. Namun tentu saja ketika “turun”, meski hanya di pinggiran ballroom, ada tantangan tersendiri bagi saya yang masih awam dalam bidang ini. Diperlukan konsentrasi dan kemauan belajar tinggi untuk bisa berdansa dengan baik dan benar sebab tak ada sesuatu yang instan di dunia ini, termasuk menggeluti bidang dansa.
Kediri, 22 Februari 2017
Luana Yunaneva
Tulisan inisebelumnya telah dipublikasikan di blog pribadi penulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H