Baru menginjak tahun baru 2017, dunia kehilangan konduktor ternamanya. Dia adalah konduktor maestro asal Perancis, Georges Prêtre. Menghabiskan kurang lebih setengah abad hidup untuk mengabdikan dirinya sebagai kepala Philharmonique de Vienne atau Vienna Symphony Orchestra, Georges menghembuskan napas terakhirnya pada usia 92 tahun, Rabu 4 Januari 2017 waktu Perancis.
Seperti kebanyakan orang hebat pada umumnya, awalnya ia bahkan dipandang sebelah mata di negaranya sendiri. Tak heran, ia berusaha menunjukkan prestasinya di negara lain, sebelum kembali ke negara mode dunia itu.
Pria kelahiran Kota Waziers, Perancis 14 Agustus 1924 itu dikenal sebagai seorang pemimpin yang berkarisma. Tak hanya cerdas secara intelektual, ia juga memiliki gaya dan interpretasi yang sangat pribadi. Tak heran, jika ia mampu memancarkan energi dan pesona sehingga siapapun yang melihatnya tak akan mampu memalingkan diri. Saking menggoda dan menawannya sosok ini, ia diibaratkan sebagai magnet. Tak ubahnya orkestra-orkestra yang dipimpinnya. Demikian dikutip dari harian nasional Perancis, Le Figaro.
Di usianya yang menginjak 80-an tahun, beberapa waktu lalu, alunan nada yang dimainkannya dari Paris ke Wina selalu sama. Hingga orang-orang rela berdesakan di pintu gerbang. Bagi mereka, di atas semua kesenangan, musik yang dihasilkan dari orkestra yang dipimpin George tak hanya utuh, tetapi berlipat ganda hingga sepuluh kali banyaknya.
Le Figaro pernah menulis beberapa waktu sebelumnya, “Essayez un peu de suivre Georges Prêtre: vous aurez beau avoir la moitié de son âge, c'est vous qui serez fatigué (cobalah sedikit mengikuti Georges Prêtre, Anda akan memiliki keindahan setengah usianya. Itulah Anda yang akan kelelahan).” Benar saja, sepuluh tahun kemudian, ia tiada.
Ia mengawali kariernya sebagai pemain terompet di Le Conservatoire de Douai atau Conservatory of Douai sebelum ia mendapatkan penghargaan untuk instrumen yang sama di Le Conservatoire de Paris, tepatnya di kelas Eugène Foveau. Ia membuat beberapa opera dan lagu menggunakan nama samaran.
Tetapi direktur orkestra justru mengangkatnya sehingga ia bisa menerima banyak saran dari André Cluytens, konduktor kelahiran Perancis yang merupakan warga negara Belgia. Sesuai kondisi saat itu, ia belajar dari pekerjaan-pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, termasuk mengarahkan beberapa proyek dalam waktu yang berdekatan. Seperti memimpin Tosca pada malam ini, La Walkyrie pada keesokan hari dan Les Cloches de Corneville pada lusanya.
Penghargaan Wiener Philharmoniker
Hijrah ke Marseille tahun 1946, ia menikahi putri direkturnya yang juga seorang penyanyi tenor, Jean Marny. Wanita bernama Gina itu setia menjadi istri George hingga akhir hayatnya. Kemudian, ia mengembangkan kariernya di Lille tahun 1948, Casablanca tahun 1949, Le Capitole de Toulouse tahun 1951 hingga 1955, Opera Comic tahun 1956 hingga 1959.
Georges juga pernah diajak beberapa orkestra Perancis, juga dibedakan dengan dua sosok besar yang mencerminkan dirinya, yakni Francis Poulenc dan Maria Callas. Sosok pertama, ia mampu menciptakan suara manusia dan menjadi pemimpin yang disukai. Sedangkan sosok kedua, menjadi pengiring orkestra biasa, seperti dalam sebuah resital.