Jujur, pertama kali saya mengetahui Kompasiana itu sekitar tahun 2013 atau 2014. Tuntutan pekerjaan untuk selalu update berita membuat saya harus membaca banyak hal dari sumber terpercaya. Kompas.com menjadi salah satu situs online yang selalu saya kunjungi. Bahkan, ketika saya membuka browser pun, jemari sudah langsung mengetik www.kompas.com secara otomatis. Tidak hanya di komputer kantor tetapi juga laptop pribadi, hehehe.
Di tengah keasyikan membaca berita sekaligus hunting materi, tiba-tiba muncul judul tulisan yang menggelitik sehingga membuat saya tergoda untuk membukanya. Saat melihat linknya, tertera www.kompasiana.com. Ini apa ya? Satu grup dengan Kompas-kah atau promo produk? Kedua hal itulah yang terbesit di benak saya.
Semakin saya mencari tahu alias kepo, saya mulai menerka-nerka bahwa ini adalah media online dari, oleh dan untuk warga. Menarik juga! Tulisan-tulisannya pun memberikan wawasan baru, manfaat dan inspirasi tersendiri.
Namun saat itu, hati kecil saya berkata, kalau ini blog, kredibilitasnya belum tentu bisa dipertanggungjawabkan donk. Kalaupun ada sumber yang dicantumkan, ah mungkin penulisnya sekadar menerjemahkan dan menambahkannya dengan opini. Keraguan itu muncul karena maraknya media abal-abal dan wartawan bodrek. Alhasil, saya tidak pernah menggunakan Kompasiana sebagai sumber rujukan berita. Tetapi kalau untuk bacaan, okelah, boleh.
Seiring berjalannya waktu, saya amati, tulisan-tulisan di Kompasiana kok semakin menarik ya. Saya juga mulai menghafal, ada nama Pak Tjiptadinata Effendy (begitulah saya menyebutnya saat itu) yang kerap membuat tulisan inspiratif. Saya pun mulai “berlangganan” membaca wejangan pria yang akrab disapa Opa Tjip itu.
Tak cukup sampai di situ, saya mencoba untuk mendaftar pada 25 Mei 2015. Tidak ada alasan khusus. Iseng aja membuat akun. Anehnya, saya langsung menggunakan nama asli sebagai identitas diri.
Waktu berjalan, Kompasiana mau mengadakan Kompasianival 2015. Saya pun berpikir, ini acara apa ya, di mana, kegiatannya ngapain aja. Sempat terpikir untuk mencoba hadir atau apply sebagai host-nya. Tetapi hati kecil saya mengingatkan, “Emang siapa kamu, Lu? Kamu tahu, Kompasiana itu apa? Kalau berangkat ke sana, emang kamu punya kenalan? Nggak lucu kan kalau bengong sendirian di sana dan nggak punya teman? Menulis di Kompasiana aja nggak pernah, masa langsung apply jadi host-nya?”
Ah benar juga ya. Lagi pula, saya harus masuk kerja hari Sabtu. Sudah jelas, saya tidak bisa menghadirinya. Tapi saya berniat untuk mengetahui apa itu Kompasianival. Caranya sudah jelas, pastinya saya akan tetap kepo! Hihihi...
Membaca cerita para Kompasianers seputar Kompasianival 2015 membuat saya membayangkan, betapa serunya acara ini. Mereka semua kopi darat (kopdar) bersama orang-orang yang selama ini hanya diketahui tulisannya. Anehnya, mereka bisa langsung nge-blend begitu saja, seolah tanpa tendensi apapun. Apa yang membuat ikatannya begitu kuat?
Jelang Natal 2015, Tulisan Perdana Pun Dipublikasikan
Saya berpikir, jawaban atas pertanyaan itu tidak mungkin bisa saya ketahui kalau saya belum terjun di dalamnya. Akhirnya, saya memutuskan untuk menulis karya perdana di Kompasiana. Karya perdana yang berjudul Natal di Hatiku itu saya ikut sertakan dalam kompetisi menulis Lomba Puisi Natal (Pustal) yang diadakan Fiksiana Community. Saya ingat betul, tulisan tersebut saya post di dalam kereta api. Apa lagi kalau bukan sewaktu saya mudik dari Bandung ke Kediri? Hehehe.