Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Trainer BNSP RI, Public Speaker & Professional Hypnotherapist email: Luanayunaneva@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tambang untuk Kehidupan, Tak Sejauh Mata Memandang

13 November 2016   23:28 Diperbarui: 14 November 2016   00:03 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Pusat Riset Unggulan Kebijakan dan Keekonomian Minerba Institut Teknologi Bandung (FTTM ITB), Dr.-Ing., Ir., Aryo Prawoto Wibowo, M.Eng memaparkan materinya dalam Nangkring

Mendengar kata "tambang", kira-kira apa yang terbesit di benak Anda?

Ya, kata "tambang" tersebut membuat siapapun pendengarnya langsung terbesit pada hasil bumi, alat berat dan alam yang sulit dijangkau. Hasil bumi seperti bijih emas, minyak, timah dan batubara tentu tidak bisa didapatkan dengan mudah dan cuma-cuma. Pertama, kebanyakan hasil bumi tersebut masih lebih mudah ditemukan di Pulau Kaliman dan Papua. Berbeda dengan Pulau Jawa yang jumlahnya tidak terlalu banyak, pun padat dengan penduduk. Untuk menggali dan mengolah bahan tersebut, tentu memerlukan alat-alat berat yang membutuhkan banyak uang dan tenaga dalam proses operasionalnya.

Padahal sebenarnya, barang-barang tambang berada di sekitar kita. Coba amati benda-benda di sekitar kita. Mulai bangun tidur, kita perlu menekan saklar untuk menyalakan lampu. Mandi, kita perlu menyalakan keran air, minimal bahkan pemanas air. Sekolah dan bekerja, kita memerlukan alat tulis dan perangkat elektronik, seperti komputer, laptop, kamera dan sebagainya. 

Pergi ke manapun, kita memerlukan bahan tambang berupa minyak bumi sebagai bahan bakar kendaraan. Hingga kita mau tidur, bisa jadi kita masih menggunakan barang elektronik, seperti radio atau music player yang terbuat dari bahan tambang. Jadi sebenarnya, tambang untuk kehidupan kita sama sekali tidak jauh.

Nangkring
Nangkring
Penekanan tersebut saya dapatkan ketika mengikuti Kompasiana NangkringTambang untuk Kehidupan”, Sabtu, 15 Oktober 2016 lalu. Bertempat di Museum Geologi Bandung, ada tiga narasumber yang membahas tema besar tersebut. Mereka di antaranya Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Ir. Sukmandaru Prihatmoko, M.Sc.; Ketua Pusat Riset Unggulan Kebijakan dan Keekonomian Minerba Institut Teknologi Bandung (FTTM ITB), Dr.-Ing., Ir., Aryo Prawoto Wibowo, M.Eng; dan Manager Community Health Development PT. Freeport Indonesia (PTFI), Kerry Yarangga.

Pada sesi pertama acara yang dimoderatori oleh Superintendent Content & Community Division Kompasiana, Nurulloh, Ir. Sukmandaru Prihatmoko, M.Sc.menjelaskan,produksi tambang di Indonesia meningkat sejak era pertambangan modern pada akhir tahun 1960-an, termasuk “penemuan” depositnya.

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Ir. Sukmandaru Prihatmoko, M.Sc. memaparkan materinya dalam Nangkring
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Ir. Sukmandaru Prihatmoko, M.Sc. memaparkan materinya dalam Nangkring
Tambang untuk kehidupan memiliki cakupan yang cukup luas. Tidak sebatas bahan tambang yang sudah disebutkan di atas, tetapi juga mengelola mineral, geothermal, air dan migas; serta mitigasi bencana, seperti tsunami, gempa bumi dan konservasi lingkungan.

Pria yang akrab disapa Sukmandaru tersebut menjelaskan, kekayaan tambang di Tanah Air tidak lepas dari aktivitas gunung berapi yang tersebar di berbagai daerah. Sebut saja Pulau Jawa, Kalimantan dan Papua; juga Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara. Tidak menutup juga area tertentu lain yang memiliki gunung berapi, diduga melakukan proses mineralisasi. Saat ini, badan geologi sudah mengeluarkan peta metalogen indonesia untuk mengetahui kandungan-kandungan mineral di berbagai daerah.

“Dari jari-jari bumi 3.600 kilometer, yang  “dimainkan” untuk mencari bahan tambang hanya kulitnya, mulai 20 sampai 60 kilometer. Sangat tipis dari jari-jari bumi,” jelasnya.

Perihal batuan yang juga termasuk bahan tambang, Sukmandaru mengemukakan, batuan tersusun dari mineral. Ia mencontohkan mineral dengan NaCl atau natrium klorida. Sedangkan mineral tersusun dari elemen. Elemen inilah yang selalu dicari para pegiat geologi. Kegiatan kesukaan mereka adalah eksplorasi, yakni masuk ke hutan, jauh dari keramaian.

“Pekerjaan mereka adalah mencari “barang” yakni elemen, bukan menambang di Tanah Air,” tegasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun