Kompasianival 2016, c'est super! Artinya, Kompasianival itu super sekali! Saking supernya, saya jadi gagal move on dari kegiatan yang diadakan pada Sabtu 8 Oktober 2016. Itulah yang terbesit di kepala saya hingga kini, saat saya tengah duduk manis di kursi Kereta Api (KA) Argo Parahyangan, jurusan Jakarta-Bandung, Minggu 9 Oktober 2016 malam ini. Daripada kenangan indah itu hilang seiring berjalannya waktu maupun memory smartphone yang penuh karena minta dihapus, saya abadikan saja melalui tulisan (mungkin lebih tepatnya semacam diary). Bukan sekadar kenangan indah, melainkan juga merupakan keajaiban karena banyak hal tak terduga bisa terjadi di sini.
Oya, kalau ada yang bertanya, kenapa tulisannya baru dipublikasikan pagi ini? Niatnya sih tulisan di-post semalam sewaktu di kereta. Berhubung sampai Bandung pun, K masih error, pagi ini baru di-post, hihihi :) Ah,sudahlah. Lanjut saja!
Pertama, 8 Oktober 2016 adalah tanggal bersejarah bagi saya.
Sebab, ini merupakan kali pertama saya mengikuti kegiatan kopi darat Kompasianer, sapaan para penulis di Kompasiana. Tadinya, saya ingin bertemu Kompasianers yang selama ini hanya bisa saya baca dan nikmati buah pikirnya. Dari tulisan-tulisan yang menarik, bermanfaat, aktual dan inspiratif, siapa sih yang nggak ingin bertemu dan berbicang-bincang langsung dengan mereka? Jangan lupa juga buat foto bareng.
Namun ternyata, saya tidak hanya bisa menyapa mereka, namun Tuhan memberikan kesempatan yang luar biasa, yakni menjadi salah satu host dalam kegiatan yang dihelat di Smesco, 8 Oktober 2016 itu. Salah satu panitia Kompasianival 2016, Mbak Nindy mempercayakan saya untuk membawakan Sesi “Berbagi Inovasi” bersama CEO Indonesia Medika, Bapak dr. Gamal Albinsaid dan Senior Manager Aspek Komunikasi Konsumen PT. Bank Central Asia (BCA), Tbk, Bapak I Ketut Alam Wangsawijaya, serta Mini Talk Show bersama perwakilan Yayasan Maramowe Weiku Komorowe yang merupakan mitra PT. Freeport Indonesia, Lulu Intarti.
Kedua, ini adalah pengalaman pertama saya membuang kecurigaan terhadap banyak orang sekaligus.
Terbiasa merantau membuat saya memiliki kewaspadaan cukup tinggi terhadap orang yang tak dikenal. Namun entah bagaimana caranya, benteng pertahanan saya rapuh akibat Kompasiana, hahaha. Membaca tulisan Kompasianers setiap hari, membuat saya berpikir, mereka bukan orang sembarangan. Menyisihkan waktu untuk menulis buah pikiran itu memiliki tantangan tersendiri karena harus mengalahkan rasa malas dan menggali ide secara mendalam. Sudah tentu, kalau orang mau berbuat jahat, ia tidak akan mau repot-repot melakukan hal itu.
Berawal dari saling membaca tulisan, mengomentari bahkan menghubungi lewat jejaring sosial hubungan pertemanan dimulai. Tak ada kecurigaan, tak ada buruk sangka. Bahkan berangkat dari Bandung menuju Jakarta pun saya lakukan pada Sabtu pagi bersama sesama Kompasianer dari kota kembang, Bang Boris Toka Pelawi. Meski belum pernah bertemu sebelumnya, saya bersyukur, semuanya aman, sejahtera, damai dan sentosa. Dia tidak menculik saya, seperti kasus-kasus penculikan gara-gara Facebook, hahaha. Yang ada malah membantu mendokumentasikan beberapa foto saat saya bertugas, Terima kasih, Bang Bo, upahmu besar di surga, hehe.
Kepercayaan terhadap para penulis, menurut saya, juga menentukan seseorang datang ke Kompasianival atau tidak. Meski tak dapat dipungkiri, faktor lain bisa saja mempengaruhi. Karena baru join sekitar akhir tahun 2015 dan aktif di Kompasiana sejak awal tahun 2016, sudah bisa dipastikan bahwa kenalan saya di sini tidak sebanyak mereka yang sudah lama bergabung. Meski begitu, saya bersyukur bisa menyapa bahkan bersalaman langsung dengan mereka karena saya percaya, mereka adalah teman-teman yang baik dan menyenangkan.