[caption caption="ilustrasi: tulisan "je t'aime" di atas pasir (sumber: http://lygane.l.y.pic.centerblog.net/4quvczw0.jpg)"][/caption]Minggu Ketiga (Terinspirasi Lagu)
“Selamat ulang tahun, Thalia sayang,” kataku sembari memeluk putriku semata wayang. Ia tersenyum.
“Ibu, aku hanya punya satu permintaan di ulang tahun ke-17. Tolong ceritakan tentang ayah.” Terdiamlah aku.
Aku menerawang jauh. Jauh tuk mengenal seseorang yang kepadanya telah kupercayakan setiap senti senyum dan rahasia. Rahasia yang tidak diketahui saudaraku sekalipun. Sekalipun aku menyayangkan perkenalan yang membawaku, maksudku kita, kepada perpisahan.
Bahwasanya setiap orang memiliki kisahnya sendiri dalam perpisahan. Perpisahan kita layaknya pecahan kaca yang mungkin bisa disambung kembali. Kembali dengan apapun caranya, namun kaca itu tidak akan pernah kembali semulus keadaannya semula.
Semula ku mampu bertahan. Bertahan yang membuat benteng pertahanan itu melemah sebab aku terlalu lelah tenggelam dalam keheningan pahit yang ingin segera kubuang. Kubuang jauh-jauh pecahan kaca itu sebagai salah satu cara untuk memaafkan. Memaafkan setiap kesalahan karena kita terlalu mencintai. Mencintai yang menyebabkan kita terpaksa meninggalkan seorang anak. Anak yang juga kau sebut sebagai buah cintamu. Cintamu yang membuatku hanya bisa berteriak dalam mimpi yang tidak menunjukkan sebenar-benarnya aku. Aku mencintaimu, seperti orang yang sudah gila, layaknya seekor serigala, bagaikan seorang raja, ibarat aktor ternama. Seperti itulah aku mencintamu dan kau melihatnya.
“Melihatnya serasa meneduhkan jiwa yang rapuh. Rapuh itu yang jangan ada padamu!” Demikian jawabku.
Thalia menatapku dengan pandangan penuh tanya.
Bandung, 21 Maret 2016
Luana Yunaneva