Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Trainer BNSP RI, Public Speaker & Professional Hypnotherapist email: Luanayunaneva@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Berbagi Cerita di Penghujung Bulan Penuh Cinta

1 Maret 2016   06:51 Diperbarui: 1 Maret 2016   07:59 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kala itu, seperti biasa saya menghabiskan Malam Minggu (baca: Sabtu Malam) di gereja bersama teman-teman. Bertepatan dengan hari kasih sayang, tema khotbah yang diangkat cukup menarik untuk anak muda, dibawakan oleh pendeta muda yang baik hati dan tidak sombong, Pdt. Edd Merdhiriawan, S.KH., M.A. Ini adalah kali pertama saya belajar tentang relationship. Meski saya mendapatkan materi ini sudah cukup lama, wawasan ini masih melekat di otak saya sampai detik ini. Amazing!

Alumnus Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya dan Sekolah Tinggi Teologia Baptis Indonesia (STBI), Semarang itu menjelaskan, pacaran adalah tahap di mana dua orang (laki dan perempuan) saling mengenal sebelum masuk ke jenjang pernikahan. “What??? Pernikahan???” batin saya saat itu. Tidak lama beliau menjelaskan, kalau belum ada bayangan menuju hubungan serius yaitu pernikahan, ngapain pacaran? Disarankannya, anak-anak yang masih sekolah fokus pada pendidikan. Baru setelah masuk ke jenjang perkuliahan, bisa mencicil mengenal lebih dekat dengan lawan jenis. Itu pun dengan syarat dan ketentuan berlaku:

Pertama, seiman. Maksud seiman di sini adalah memiliki agama dan kepercayaan yang sama sehingga sepasang lelaki dan perempuan ini bisa saling mendukung dan mendoakan. Ketika berjalan di rel yang sama, keduanya fokus pada satu tujuan utama yaitu Tuhan.

Kedua, sepadan. Artinya, sebisa mungkin berpasangan dengan orang yang setara. Kalau pun ada jarak, pastikan tidak terlalu jauh.kalau banyak kemiripan, itu lebih baik. Misal, A berpacaran dengan B. A adalah anak yang pintar, rajin belajar, tidak pernah membolos, taat kepada orang tua, dan rajin beribadah. Sementara B cenderung malas, suka membolos, suka membantah, dan ibadahnya bolong-bolong. Kurang pas kan? Kalau A bisa mengajak B berubah ke arah yang lebih baik, itu bagus. Sebaliknya, kalau pengaruh B lebih kuat sehingga kualitas A menurun drastis dibanding sebelumnya, tentu hubungan ini menjadi tidak bertumbuh. Lain halnya kalau misal A menjadi kekasih C. Sebut saja, C tidak terlalu pintar tapi punya kemauan keras untuk belajar, suka belajar dan tanya guru sana-sini. Tentu gap di antara mereka tidak terlalu terasa. Mereka bisa saling membantu dan mendukung dalam studi karena sama-sama memiliki keinginan kuat untuk menjadi pribadi yang lebih.

Lebih jauh, dijelaskan Pdt. Edd, ternyata ada beberapa fase yang harus dilalui sebelum memutuskan untuk berpacaran, antara lain:

Berteman

Ya, bertemanlah dulu dengan banyak orang, baik laki-laki maupun perempuan, apalagi sejak masih duduk di bangku sekolah. Jangan membeda-bedakan! Setiap orang memiliki keunikan, kelebihan, dan kekurangan. Di tahap ini, tidak perlu memberikan perhatian lebih pada satu-dua orang yang dianggap menarik. Semua teman dianggap netral dan berbuatlah baik kepada mereka.

Bersahabat

Dari sekian banyak teman, tentu ada segelintir orang yang dianggap cocok. Mungkin karena nyambung diajak ngobrol, punya hobi dan minat yang sama akan sesuatu. Nggak ada salahnya kita memiliki banyak sahabat di lingkungan berbeda, seperti rumah, sekolah, organisasi, dan kantor, karena kita bisa belajar hal-hal baru dari mereka. Dari persahabatan ini, kita bisa tahu karakter dan sifat orang lain, termasuk si dia. Eits, tapi jangan terburu-buru! Kan masih bersahabat. Sebuah hubungan yang baik bermula dari persahabatan yang tulus.

Salah satu mulai mendoakan

Setelah lama berteman dengan seseorang, kita menjadi semakin akrab. Karena punya hobi yang sama dan nyambung saat ngobrol, kita pun menjadi sahabat yang berbagi suka dan duka dalam kurun waktu yang cukup lama. Akhirnya terbesit dalam hati, “Wah, si dia koq beda ya? Dia baik hati, nggak sombong, rajin menabung, suka menolong umat manusia, bla bla bla.” Tanpa disadari, bunga-bunga asmara bersemi di hati. Kalau sudah mulai bawa perasaan (baper) begini, doa adalah jawabannya. Doa yang disampaikan adalah meminta petunjuk Tuhan, apakah dia orang yang tepat untuk kita. Bila perlu, minta tanda tertentu sebagai jawaban Tuhan atas doa kita. Kalau rajin berdoa, pasti bakalan bisa koq mendengarkan suara Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun