Bagaimana seharusnya ?
Saya pikir semua sepakat bahwa aktifitas dan keluaran riset komunitas ilmiah di Indonesia sangat memble dan memalukan. Sekali lagi ini bukan masalah ada dana atau tidak, karena bila dilakukan seleksi dengan benar berbasis keluaran ilmiah riil, saya yakin justru dana yang ada tidak akan mampu diserap habis karena sedemikian rendahnya kemampuan penelitian yang ada saat ini...;-(.
Dalam konteks masalah ketertinggalan keluaran riset komunitas Indonesia, kebijakat terintegratif seperti apa yang seharusnya diambil ? Ini tidak hanya untuk kalangan PT di bawah naungan Dikti, tetapi juga di berbagai lembaga penelitian di bawah Kementerian maupun Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Nomor diurut dari kebijakan yang relatif mudah dilakukan :
Alokasi dana untuk melanggan secara institusi akses jurnal global elektronik terkait.Meski ini telah dilakukan oleh beberapa PT, sejauh ini masih bersifat parsial dan belum menjadi 'kebijakan standar' yang harus dilakukan oleh layaknya lembaga akademis. Terlebih sebenarnya dana untuk ini tidak besar, dan permasalahan sebenarnya hanya di level 'dimana menempatkan prioritas anggaran'. Sebagai ilustrasi, saya pernah melakukan kajian dana untuk melanggan akses jurnal elektronik dari Science DirectKesalahan prioritas ini yang sebenarnya menunjukkan 'dimana level kita saat ini' dalam konteks aktifitas ilmiah...
Insentif karya tulis ilmiah berbasis faktor impak, paten dan hak cipta berbasis tingkat registrasi (registered, granted, dst).Ini penting sebagai regulasi yang mendidik, sehingga terjadi perbedaan antara yang aktif dan tidak. Beberapa PT utama di Indonesia telah memberlakukan sistem ini sejak beberapa tahun lalu. Sedangkan di Malaysia sistem ini telah ada, minimal di PT utama mereka (UM, UKM, USM, UPM) sejak awal tahun 2000-an.
Rekrutmen kandidat akademisi berbasis kualifikasi.Sudah seharusnya kandidat akademisi direkrut berbasis rekam jejak dengan kualifikasi minimal S3, khususnya untuk bidang-bidang hard science. Mungkin untuk bidang sosial serta ilmu hayati tertentu bisa dengan kualifikasi S2. Terlebih saat ini sudah semakin banyak generasi muda berpendidikan S3 yang belum memiliki institusi tetap, sehingga untuk banyak bidang mencari kandidat dengan kualifikasi S3 mestinya sudah tidak sesulit 1-2 dekade lampau. Lihat juga ulasan saya di Keteraniayaan peneliti dan brain drain.
Kewajiban menulis minimal satu per-tahun karya tulis ilmiah di jurnal dengan faktor impak (misal) minimal 0,5; dan / atau paten serta hak cipta untuk jenjang Profesor dan Profesor Riset.Ini akan mendorong para senior untuk aktif membentuk dan bekerja di grup penelitian dengan melibatkan para yunior. Tidak seperti sekarang, banyak sekali yang sama sekali tidak melakukan apa-apa, apalagi melakukan pembinaan sesuai dengan tusi dari Profesor / Profesor Riset. Ini akan mendorong juga proses transfer ilmu dan skill. Tuntutan ini sangat pantas, terlebih untuk Profesor di PT, karena telah mendapatkan aneka tunjangan kehormatan selain tunjangan fungsional standar. Bila kelak kenaikan total tunjangan juga telah diberikan kepada para Lektor Kepala serta Peneliti Madya, tentu saja tuntutan yang sama pantas diberlakukan. Secara personal, saya memiliki kekhawatiran bahwa aneka 'kebijakan jalan pintas' seperti diatas muncul antara lain didorong oleh keengganan untuk memberlakukan kebijakan yang mempersulit diri sendiri. Karena seperti diketahui hampir semua pembuat kebijakan berada di level Profesor / Profesor Riset, dan sebagian besar sama sekali tidak aktif melakukan kegiatan riset !Meskipun dilain pihak, saya memiliki keprihatinan yang jauh lebih besar bila para Profesor / Profesor Riset tidak dengan sengaja membuat regulasi yang salah kaprah, tetapi memang sebatas itulah pemahaman mereka akan riset...;-(
Kewajiban memiliki mahasiswa pasca-sarjana bagi Profesor atau Profesor Riset.Alasannya sama dengan diatas... Mungkin ada yang beranggapan tidak mungkin para pemegang struktural yang kebetulan Profesor melakukan aktifitas riset. Tetapi ini tidak boleh menjadi pembenaran. Bila memang sedang memegang amanah struktural, sudah seharusnya yang bersangkutan melepaskan diri dari perangkat akademis sebagai Profesor atau Profesor Riset. Amanah struktural sangat penting dan sesuatu yang harus diapresiasi sehingga tidak perlu ada krisis identitas sehingga merasa perlu mempertahankan status Profesor atau Profesor Riset !
Manajemen DIPA / hibah penelitian berbasis keluaran akademis (karya tulis, paten, hak cipta).Dari pengalaman saya sebagai penilai selama ini, bila kebijakan ini diberlakukan dengan konsisten, tidak akan ada keluhan kekurangan dana karena dana yang ada saat inipun tidak akan bisa diserap habis...;-(. Artinya sebagian besar proposal sedemikian buruknya sehingga tidak layak didanai, apalagi dengan dana publik melalui APBN.
Alokasi dana untuk sistem pascadoktoral bagi para calon akademisi atau akademisi muda yang baru menyelesaikan program S3-nya.Alokasi ini akan lebih baik untuk menyerap anggaran yang ada daripada dipaksakan untuk membiayai kegiatan riset yang tidak jelas dan diragukan kemampuan pelaksananya. Sistem ini juga akan meningkatkan lalu-lintas sivitas akademisi antar lembaga sehingga bisa meningkatkan kompetisi serta meningkatkan dinamika riset.
Alokasi dana untuk sistem peneliti tamu senior dari luar negeri.Alokasi ini memiliki justifikasi serupa dengan sistem pascadoktoral diatas. Lebih dari itu, sistem ini sangat efektif untuk memperbaiki pola dan mental pelaku riset karena pengaruh dari bimbingan senior. Bila perlu para tamu senior ini diminta sebagai konsultan untuk menilai kelayakan pengadaan peralatan baru, terlebih yang berharga mahal. Ini untuk mencegah pembelian alat yang semata karena keinginan tanpa didukung sumber daya manusia yang mumpuni untuk mengelolanya sehingga berpotensi mubasir seperti selama ini sering terjadi dan telah saya ulas di Cerita nostalgia : penelitian ilmu dasar dari klaster komputer rongsokan. Sistem ini di Malaysia telah dilakukan sejak awal tahun 2000-an. Dari pengamatan saya justru sistem inilah yang berkontribusi besar mendongkrak aktifitas kegiatan riset mereka. Karena para tamu senior, meski hanya 3 bulan / tahun selama 3 tahun, mampu memberikan pengaruh dan arahan riil untuk kegiatan riset, sejak awal perencanaan, pelaksanaan sampai dengan menulis dan mempublikasikannya di jurnal ilmiah global. Yang lebih penting, alokasi dana untuk peneliti tamu senior dari luar negeri maupun pascadoktoral tidak membutuhkan dana yang terlalu besar.