Pengesahan UU Cipta Kerja terus melahirkan kontroversi. Rakyat dari daerah kota hingga pelosok terus menyatakan protes dan menagih keadilan para penguasa. Omnibus Law pertama kali disinggung pada saat pidato kenegaraan Presiden Bapak Jokowi, di awal masa jabatannya periode kedua ini.
"Undang-undang yang bisa bikin ribet iklim investasi, menghambat lapangan kerja, menghambat perkembangan UMKM, harus di revisi dan dipangkas dengan Omnibus Law" begitu intinya.
Dan, selang beberapa bulan DPR mengabulkan dengan melakukan rapat dan masuk ke dalam prolegnas. Pembahasan terus berlanjut, kaum buruh, akademisi, dan aktivis pun terus melakukan berbagai penolakan.
Lalu, masalahnya dimana?
Banyak sekali kecacatan dalam undang-umdang ini. UU Cipta Kerja telah cacat dari segi prosedur, metode pembentukan dan isi substansinya.
(5/10) bahkan setelah disahkannya undang-undamg ini, banyak ditemukan kejanggalan pada pasal dan ayat dalam naskah. Naskah tidak bisa di akses secara publik, adanya revisi berulang sehingga banyak beredar naskah dengan berbagai versi jumlah halaman pada naskah.
Pembahasan yang grusah-grusuh tentu bisa saja dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Belum lagi banyaknya pasal yang hilang bahkan di tambah setelah disahkan.
Lalu, tujuan omnibus law apa?
Sederhananya begini, omnibus law yang berkiblat pada aturan Amerika ini mempersilahkan para investor asing seluas-luasnya untuk menanam modal di Indonesia. Sehingga, akan sedikit pengangguran sebab banyak lapangan kerja yang akan terbentuk.
Pertanyaannya, investasi di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya lalu apakah pengangguran berkurang? Tidak. Justru semakin bertambah.
Jadi, bagaimana seharusnya? Siapa yang salah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H