Seringnya terjadi bencana alam seharusnya membuat manusia harus mampu menyesuaikan diri untuk dapat hidup layak. Demikian juga dengan masyarakat Indonesia. Bencana alam yang datang silih berganti menyebabkan mereka harus beradaptasi dengan kondisi tersebut. Proses adaptasi yang berlangsung panjang tersebut dapat membentuk kearifan lokal yang khas dan menyatu dengan budaya lokal dari tiap masyarakat yang tinggal pada daerah rawan bencana dengan karakteristik yang berbeda-beda.
Kearifan lokal yang menyatu dengan budaya yang melekat dalam keseharian dan kehidupan masyarakat dapat menghindarkan manusia dari lupa cara menghadapi bencana dan selalu waspada dengan kemungkinan terjadinya bencana. Kearifan lokal tersebut merupakan bentuk mitigasi terbaik bagi masyarakat dalam menghadapi bencana.
Bila kita menggali lebih dalam tentang kebudayaan Indonesia, maka akan ditemukan banyak kearifan lokal yang berbentuk mitigasi bencana. Di Pulau Simeulue yang merupakan bagian dari Provinsi Aceh, masyarakatnya memiliki kearifan lokal yang bernama Smong. Smong adalah istilah kata yang berasal dari Bahasa Devayan, bahasa asli masyarakat Simeulue. Smong berarti hempasan gelombang air laut. Smong bermula ketiga terjadi tsunami yang melanda Simeulue pada tahun 1907.Â
Tsunami menghacurkan pemukiman di sepanjang pesisir dan menimbulkan banyak korban jiwa. Sejak kejadian itu masyarakat Simeulue menjadikan Smong sebagai budaya tutur. Kisah tentang Smong diceritakan turun-temurun dari generasi ke generasi. Smong disampaikan kepada generasi muda pada berbagai kesempatan. Smong dikisahkan kepada santri setelah selesai mengaji. Smong diceritakan kepada anak saat istirahat atau ketika berkumpul bersama anggota keluarga. Bahkan para ibu selalu bersenandung tentang Smong untuk menidurkan anak-anaknya.
Dalam kesenian tradisional masyarakat Simeulue Nandong juga dapat ditemui lirik yang mengandung kisah Smong. Nandong yang berasal dari kata senandung, dibawakan dengan nyanyian lembut berisi kisah Smong. Syair atau lirik Smong adalah sebagai berikut:
Enggelmon sao curito (Dengarlah sebuah cerita)
Inang maso semonan (Pada masa jaman dulu)
Manoknop sao fano (tenggelam satu tempat)
Wila dasesewan (begitulah mereka ceritakan)
Unenne aek linon (Diawali dengan gempa)
Besang bakatne malli (Disusul ombak yang besar sekali)