“What things in culture trigger self-doubt in your life when it comes to seeing yourself as beautiful? Make a conscious decision to reject those today in light of who God created you to be.” Lynn Cowell
Kalau tidak salah maksud quote di atas ialah, apakah ada kepercayaan yang tertanam dari kebudayaan dan tradisi kita yang membuat kita ragu akan kecantikan alami kita. Kita harus membuat keputusan untuk menolak kepercayaan tersebut dan melihat diri kita dalam terang Tuhan sebagaimana kita telah di ciptakan.
Orang Asia pada umumnya mendambakan kulit yang putih dan hidung yang mancung, karena itulah standard umum kecantikan yang mereka percaya. Dulu saya juga berpikiran demikian, tetapi sekarang saya tidak lagi percaya akan hal tersebut. Di Asia seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia, Cambodia, India, dan masih banyak lagi, pemutih wajah di jual hampir di setiap toko kecantikan, karena banyak pembeli yang menggunakan. Hal tersebut di manfaatkan oleh pembuat kosmetik dan tentunya sangat menguntungkan bagi mereka.
Begitu juga bentuk raut wajah dan hidung mancung, banyak orang Asia yang menginginkan bentuk wajah dan hidung yang beda. Sehingga banyak orang yang memilih untuk operasi kosmetik, khususnya bagi orang yang memiliki kelebihan harta. Sepertinya di Korea Selatan hal ini sudah menjadi trend umum, dimana perubahan raut wajah pun bisa di lakukan asalkan mereka mempunyai dana.
Semua itu di lakukan karena keinginan seseorang untuk lebih cantik atau menarik, karena mereka percaya kalau itulah standard kecantikan, dan mungkin mereka tidak puas dengan kecantikan alami yang Tuhan karuniakan. Sama halnya dengan orang di Eropa dan Amerika, kulit coklat merupakan dambaan. Makanya banyak salon tanning yang bertebaran. Ternyata hidung mancung dan besar di kira kurang menarik bagi orang Caucasian pada umumnya, meskipun tidak semua berpikiran begitu.
Iklan-iklan media seperti di television and internet mudah sekali mengkorupsi pikiran seseorang, dan terkikislah pikiran positivenya. Dan pada akhirnya kepercayaan negative pun bisa tertanam secara tidak di sadari. Nah bagaimanakah kita akan bersikap kuat dan tegap menghindari pengaruh media yang cenderung ke arah negative? Khususnya untuk ibu-ibu yang memiliki anak-anak hasil perkawinan campuran. Karena sering sekali saya mendengar comment tentang “wah anaknya kelihatan bule sekali ya” dan “anaknya kok nggak bule ya”. Perlu di ingat idak semua anak yang lahir dari kawin campur akan memiliki bentuk fisik Caucasian. Sepertinya banyak Ibu-ibu yang memproject keinginan mereka kepada anak-anaknya, dan lupa kalau salah satu gene anaknya bukanlah Caucasian. Begitu juga mata biru, kalau kita belajar genetic, rasanya impossible untuk anak-anak hasil perkawinan campuran untuk lahir dengan mata warna biru, kecuali kalau nenek moyang dari kedua belah pihak ada yang bermata biru.
Anak temanku yang ibunya Caucasian dan bapaknya African American, dia baru berusia 4 tahun, tetapi sudah mulai sadar kalau kulit dia berwarna coklat dan rambut keriting. Menurut ibunya dia tidak mau rambut keriting dan tidak suka kulit coklatnya. Kami tinggal di daerah yang sangat rural, jadi 99% penduduknya adalah Caucasian. Jadi anak ini melihat teman-teman dia yang rata-rata berkulit putih. Sedih sekali aku waktu mendengar temanku bercerita, dia juga sedih mendengar anaknya sudah sangat sadar diri. Nah, bagaimanakah kita sebagai orang tua dari anak darah campuran akan mengantisipasi situasi seperti tersebut?
Kita sebagai orang tua harus waspada tentang lingkungan kita dan kepercayaan yang kita tanamkan kepada anak kita”what is beautiful/handsome”, sehingga kita tidak menanam bibit pikiran yang negative dan memprojecting kepercayaan kita kepada mereka. Semua bermula dari diri kita sendiri.
Everyone is beautiful in their own ways, baik putih atau coklat, hidung mungil atau mancung. Yang pasti Tuhan menciptakan kita dan anak-anak kita dengan unique.
Salam hangat,
Sastri