Oleh : Nurul Izzati
Judul: Perempuan Keumala
Penulis: Endang Moerdopo
Editor: A. Ariobimo Nusantara
Penerbit: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia
Tebal: x+ 350 Halaman
Suara hiruk pikuk di halaman tempat belajar pendidikan militer Ma’had Baitul Maqdis terhenti, ketika terdengar dentang suara genta dari atas menara di ujung bangunan. Matahari masih belum terang meski sinarnya menyirami daun-daun pada pepohonan di sekitar tempat belajar itu.
Sudut mata tak dapat berdusta, sedetik demi sedetik berlalu dengan begitu lamanya. Keduanya tak dapat mengelak lagi bukan hanya sekedar tatapan yang saling melemparkan, tetapi sesuatu yang lebih dalam lagi. Keumalahayati masih terbelut mukena putih bersih. Di bibirnya hanya desis nama Allah yang menerus dipujikan untuk memohon belas kasih dan lindungan keselamatan bagi suami tercinta, tuanku Mahmuddin.
Mata hari siang itu memancarkan sinar panas menggigit kulit. Tampak baginda Alaidin Riayat Syah Al Mukammil sedang tergolek beristirahat mencari angin di beranda dalam istana. Waktu-waktu seperti ini dilaksanakan untuk melepas penat.
Keumala menjulurkan kepalanya menatap ikan-ikan dalam kolam cantik yang dihiasi oleh bunga-bunga teratai merah muda. Ikan-ikan berwarna merah dan kuning itu berenang dengan bibir berkomat-kamit. Tampak pula angsa-angsa putih yang berenang ke sana ke mari. Keumala menebar senyum, kemudian ia kembali duduk di hadapan meja riasnya sambil perlahan membuka pesan baginda yang tersegel tanda kerajaan. Segelnya terbuat dari cairan kemenyan. Baris demi baris pesan agung baginda dibacanya dengan seksama. Tidak panjang sebuah perintah penyerangan ke selat malaka, portugis pengacau mempengaruhi para orang kaya di perairan utara. Selalu begitu di daerah itu. Tidaklah mereka berhenti, barulah bila belum ada hukuman setimpal yang membuat mereka jera.
Belum genap dua purnama armada inoeng balee berlatih. Namun, kiranya telah diberi kepercayaan untuk ambil bagian untuk membela negeri. Tiba waktunya armada inoeng balee akan unjuk nyali. Bendera kebesaran armada inoeng balee berkibar congkak di bawah bendera alam dzulfikar kerajaan Darud Donya Darussalam. Bendera berwarna hitam bersulam gambar pohon kurma dengan sebuah tempayan berwarna emas. Di depannya dan sebelah keris di bagian belakangnya. Suara bendera berkelopak kuat tertiup angin di atas menara membuat bergetar semua hati yang mendengar dan melihatnya.
Hari hampir gelap ketika Keumala bersama Nurhayati menghela kudanya kuat-kuat. Pintu gerbang benteng Portugis sudah tampak dari kejauhan. Keumalamengangkat tangannya segera Nurhayati mengambil anak panah dan melesetkannya ke udara sambil menghela kuda. Begitu melihat desingan panah dengan asap putih, segeralah penjaga benteng membuka pintu lebar-lebar. Terlihat gadis-gadis Portugis sedang sibuk menyalakan obor di halaman benteng.
Tak satu kata terucap dari bibir mungil merah itu, ketika Keumala memandangi mereka.dengan geram. Keumala segera memasuki biliknya, hari semakin gelap tak juga Al Fonso datang membawa berita baginda menunggu cukup lama.
Hingga ayam berkokok dini hari, para inoeng balee tak juga berani memicingkan mata, mereka semua siaga hingga kantuk pun tak sempat dirasakan. Mereka menjaga kedua petingginya yang masih sibuk mengatur siasat. Tak tampak pula kantuk menyerang keduanya. Mereka masih terus bicara dengan wajah tegang, suara ramai dari atas geladak kapal sudah terdengar sejak sebelum azan magrib berkumandang. Rupanya persiapan acara makan malam di lakukan dengan sangat sempurna, suasana malam itu di atas kapal sangatlah meriah. Malam di ubah layaknya siang. Sinar-sinar obor yang dipasang berjajar di sepanjang geladak telah menyulap gelapnya malam menjadi gelapnya siang.
Keumala menatap mata seorang perempuan semakin tajam, sorotannya semakin menusuk dengan mata dan semakin membelalak. Perempuan muda itu tak dapat menahan desakan Keumala. Ia menolek ke seluruh hadirin yang ada di sana.
Buku ini sangat menarik dan patut dibaca oleh perempuan-perempuan Aceh. Kisah perjuangan perempuan Aceh membela kehormatan dan martabat negeri. Tak dapat dipungkiri perempuan bisa menjadi pejuang yang ditakuti. Bahkan, buku ini memberi motivasi bagi para perempuan agar tak kenal kata menyerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H