RUU BPJS: Koreksi Penerapan SJSN Demi Kesejahteraan Seluruh Rakyat
Oleh: Lintas Pikir Intelek Muda
Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial (UU SJSN) mengamanatkan dibentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) paling lambat 19 Oktober 2009. Namun, baru 29 Juli 2010 rapat paripurna DPRRI mengesahkan RUU BPJS sebagai usul inisiatif DPR. Pembahasan RUU ini pun telah memakan waktu 7 (tujuh) tahun, melebihi batas waktu yang ditetapkan UU SJSN.
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono telah memerintahkan 8 (delapan) menteri untuk membahas RUU tersebut. Tetapi, hingga Maret 2011 pembahasan RUU mengalami kebuntuan (deadlock), akibat tidak ada kesepakatan. Pemerintah menginginkan RUU bersifat penetapan (beschikking), sedangkan DPR bersifat pengaturan (regeling). Mengapa RUU BPJS penting untuk diundangkan?
Landasan Filosofis & Sosiologis
Plato mengungkapkan bahwa negara dibentuk oleh dan ditujukan untuk manusia. Negara menyejahterakan rakyatnya adalah suatu keharusan. Aristoteles pun mengatakan, tujuan pembentukan negara adalah untuk kebaikan seluruh rakyat, bukan untuk sekelompok orang saja. Rakyat harus selalu menjadi tujuan dan sasaran dari semua kebijakan. Negara tidak bisa semena-mena membuat kebijakan tanpa mengutamakan kesejahteraan rakyat. Hal ini pun berlaku di Indonesia, sebagaimana digariskan Pendiri Bangsa (founding fathers) yang diamanatkan dalam Pembukaan dan Undang-Undang Dasar 1945.
Kehadiran negara adalah untuk menyejahterakan rakyat salah satunya melalui pemenuhan hak dasar, termasuk kebutuhan dan hak jaminan kesehatan, jaminan keselamatan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Saat ini di Indonesia, pemenuhan semua jaminan tersebut diserahkan pada mekanisme pasar melalui 4 (empat) BPJS berbentuk Perseroan Terbatas (PT), yakni Jamsostek, Askes, Taspen, dan Asabri yang dimiliki oleh negara (BUMN).
Merujuk pada UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), keberadaan BUMN dan PT adalah mencari keuntungan. Padahal filosofi, tujuan, struktur manajemen, dan jenis produk BPJS sebagai Badan Hukum penyelenggaraan jaminan sosial seharusnya tidak mencari keuntungan. UU SJSN telah memerintahkan koreksi atas kekeliruan penggunaan instrumen pasar itu.
Konsep jaminan sosial yang diusung BPJS juga berbeda dengan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Dana Jamkesmas disalurkan sesuai kuota yang ditetapkan, tidak kembali ke kas negara (bersifat habis pakai), dan terbatas pada kriteria masyarakat miskin. Sedangkan BPJS menggunakan sistem asuransi, sasarannya bagi seluruh warga negara Indonesia (universal coverage), bahkan dana akumulasinya dapat digunakan sebagai cadangan devisa negara.
Landasan Yuridis
Sebagai negara hukum, Indonesia memerlukan tatanan yang tertib dalam pembentukan peraturan perundang-undangannya. Setiap peraturan perundang-undangan harus dituangkan dalam bentuk yang tepat, agar tujuan yang dimaksud tercapai. Hal ini tercantum dalam Penjelasan atas UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-Undangan.