Mohon tunggu...
ALIPIUS SADANIANG
ALIPIUS SADANIANG Mohon Tunggu... -

Adil Ka' Talino Ba Curamin Ka' Saruga Ba Sengat Ka' Jubata. Idup diri' nian ina baya ina diri nyujukng nyambah Jubata nang pamanya koa ina bakasatukatn.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hubungan Antara Empirisme Dengan Berfikir Positivstik Dan Anatara Rasionalisme Dan Berfikir Logika.

12 November 2014   15:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:00 4951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya akan mengawali tulisan ini dengan menguraikan sedikit menegnai empirisme dan berpikir positivstik, setelah itu barulah saya akan menguraikan hubungan keduanya, begitu juga hubungan antara rasionalisme dengan berfikir logika akan saya uraikan sesigkat mungkin, barulah saya akan mengukapakan hubungayang dari keduanya. Penguraian singkat ini merupakan keragka berfikir dan acuan atau dasar saya untuk menemukan hubungan yang dimksudkan oleh soal yang telah diberikan dan memudahkan saya dalam menjelaskan hubungan tersebut.

ØHubungan anatara Empirisme dengan Berfikir Positivisme.

Empirisme mengunakan pengalaman indra untuk memeproleh pengetahuan, jelas hal ini di ungkapkan didalam soal ujian ini nomor 2 ini. Empirisme menunjukkan bahwa, denganditerima adanya ide, ide atau struktur, maka kurang adanya penghargaan terhadap masukan dari data kenyataan yang menumbuhkan pengetahuan.

Yang menjadi pelopor dari empririsme ini adalah David Hume. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama.Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Pengalaman hanya memberi kita urutan gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada kita urutan sebab-akibat.Yang disebut kepastian hanya mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari “probable” (berpeluang).Maka Hume menolak kausalitas, sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri, namun hanya dalam gagasan kita.Hukum alam adalah hukum alam.Jika kita bicara tentang “hukum alam” atau “sebab-akibat”, sebenarnya kita membicarakan apa yang kita harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan kita saja. Hume percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera.Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita. Empirisme dalam filsafat ilmu dapat lebih mengindahkan keharusan selalumengubah dan mencocokkan sistem ilmu.

Sedangkan berfikir positivisme menyatakan bahwa pengetahuan manusia berkembang secara evolusi dalam tiga tahap, yaitu teologis, metafisik, dan positif. Berfikir positivisme merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan. Dasar-dasar pemikiran ini dibangun oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Auguste Comte mencoba mengembangkan berfikir positivisme ke dalam agama atau sebagai pengganti agama. Hal ini terbukti dengan didirikannya Positiveme Societies di berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan. Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi dan fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme.Dari penjelsan singkat ini saya akan menjelaskan mengenai hubungan empirisme dan berfikir postivisme. Hubungan tersebut antara lain:

1.Empirisme dan berfikir positivisme saling resap-meresapi. Berfikir positivisme hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta dan berkaitan erat dengan apa yang dicita-citakan oleh empirisme.

2.Berfikir positivisme pun bertolak daridata empiris seperti pengamatan danfakta yang dinyatakan dengan memakai indera.

3.Empirisme dan berfikir positivisme mempunyai hubungan melalui pemikiran positivisme yang logis tetap setia padasifatnya yang empiristis dengan menganggap hukum-hukum logis sebagai hubungan melulu antara istilah - istilah hasil kesepakatanmenimbulkan sistem terbentuk.

4.Hubungan kedua bagian ini juga nampak pada keyakinan dasar dari berfikir positivisme yang berakar pada paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas berada (exist) dalam kenyataan dan berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Penelitian berupaya mengungkap kebenaran realitas yang ada dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan. Berfikir positivisme mempunyai makna mempercayai bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan.

5.Berfikir positivisme mencari fakta-fakta atau sebab-sebab dari gejala-gejala sosial tanpa memperhatikan keadaan individu sebagai subyek. Empirisme juga menganjurkan kepada ilmuwan sosial untuk mencari fakta-fakta atau gejala-gejala sosial dan memandangnya sebagai “barang sesuatu” (thing) yang memberikan pengaruh eksternal terhadap tingkah laku manusia secara indrawi atau empiris.

6.Karena berfikir positivisme dan empirisme mendekati persoalan-persoalan dengan cara yang sama dan mencari pemecahan persoalan yang sama pula, maka hasil yang didapatkan juga sama yaitu berbentuk ilmiah, disinilah letak hubungan keduanya.

7.Berfikir positivisme dan empirisme meneliti fakta-fakta dan sebab-sebab melalui metodologi seperti kuisioner, pencatatan barang-barang, dan analisis demografi yang menghasilkan data kuantitatif (jumlah, angka-angka) yang memungkinkannya untuk membuktikan hubungan anatara variabel secara statistik. Sehingga keduanya dalam riset harus melakukan pengukuran yang akurat, dan juga menguji hipotesis melalui analisa atas angka-angka yang berasal dari pengukuran.

8.Seiring perekembangan ilmu-ilmu sosial pendekatan empirisme dan berfikir positivisme mengalami pergeseran. Faktor utamanya adalah tuduhan bahwa empirisme tidak tuntas memotret persoalan sosial yang berkembang juga karena postulat obyektifitas dan distansi periset – obyek studi yang menjadi dasarnya keduanya saling berhubungan.

9.Tesis dasar empirisme modern yaitu berfikir positivisme terdiri menyangkal kemungkinan sintetik pengetahuan apriori.

10.Berfikir positivisme memberikan kelonggaran lebih besar pada masukan secara empiris.

ØHubungan antara Rasionalisme dengan Berfikir Logika.

Rasionalisme merupakan aliran filsafat yang sangat mementingkan rasio. Dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas di luar rasio. Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran.

Rasionalisme,menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis.Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan. Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”.Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa “aku ragu-ragu”.Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya.Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir (= menyadari) maka aku ada.Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi.— Mengapa kebenaran itu pasti?Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah” — “clearly and distinctly”, “clara et distincta”.Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar.Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran. Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita lahir, yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res extensa, “extention”) atau materi, dan (3) Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu).Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran, tidak mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil.Materi adalah keluasan, mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak memiliki kesadaran. Kedua substansi berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa tergantung pada apapun juga. Descartes adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tegas antara realitas pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya, sedang binatang hanya memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran sebagaimana malaikat. Binatang adalah mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia adalah mesin otomat yang sempurna, karena dari pikirannya ia memiliki kecerdasan.

Sedangkan berfikir logika, mempunyai pengertian berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu. Logis dalam bahasa sehari-hari kita sebut masuk akal. Berfikir logika dipergunakan pertama kali oleh Zeno dari Citium. Kaum Sofis, Socrates, dan Plato dianggap sebagai perintis lahirnya logika. Setiap manusia memiliki pemikiran ini dalam menetukan arah hidup atau tujuan yang akan dicapai oleh setiap pikirannya.

Bagian ini saya akan menguraikan hubungan antara rasionalisme dan berfikir logika. Hubungannya adalah sebagai berikut:

1.Berfikir logika berkaitan erat dengan apa yang dicita-citakan oleh rasionalisme.

2.Keduanya mempunyai maksud untuk menelaah pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang berhubungan dengan pribadi manusia.

3.Berfikir logika, sebagai sumber kebenaran pengetahuan bagi rasionalisme, karena hanya ada dua sumber pengetahuan: penalaran logis dan pengalaman empiris. Yang pertama adalah analitik apriori, sedangkan yang kedua adalah sintetik a posteriori, maka sintetik a priori tidak ada.

4.Peran rasionalisme adalah klarifikasi makna pernyataan dan hubungan logis mereka. Tidak ada berfikir logika yang berbeda atas dan di atas pengetahuan rasionalis.

5.Rasionalisme merupakan hasil dipertanyakan berfikir logika formal. Menurut rasionalitas ini, adalah mungkin untuk menerjemahkan teori ilmiah dalam bahasa murni observasional tanpa kehilangan kekuatan berfikir logika yang kuat.

. Lembar soal ujian nomor 2. Saya juga melihat bagian ini: Buku yang ditulis oleh Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perepektif (Yayasan Obor Indonesia, Jakarta2003), hlm. 99.

. Bahan Kuliah Filsafat Timur di STT “ATI” Anjongan. Hlm. 13.

.Bahan Kuliah Filsafat Ilmu, DosenProf. Dr. H. Ismaun, M.PD. Hlm. 7

. Bahan kuliah Filsafat Ilmu Program Magister /S2 Sekolah Tinggi Teologia Pontianak.

.Ibid... hlm. 9.

. Bahan Kuliah Filsafat Ilmu di STT “ATI” Anjongan bagaian ke II, yang disusun oleh Loyok. hlm. 5.

. Ibid...hlm. 18

. Lembar soal ujian nomor 3.

. Pierre Teilhard, Gejala Manusia (Hastra Mitra: Jakarta, 1979), hlm. 96.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun