Mohon tunggu...
Octavia Haryanto
Octavia Haryanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Listen to GODs word, under the LORDs guidance, be devoted until the end. Jesus gentle disciple. =)\r\n\r\n-@OctaviaWon-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Makanan Cepat Saji Pun Membutuhkan Proses

16 Agustus 2012   09:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:40 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses adalah sebuah runtutan peristiwa yang harus dilalui seseorang untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu. Sesuatu yang sulit atau sangat mudah didapatkan sekalipun harus melalui sebuah proses. Perbedaan yang dapat dilihat adalah durasi, antara durasi yang panjang atau pendek. Di sini, saya akan membawa anda untuk lebih lagi mengerti apa itu sebuah proses. Proses yang seringkali bosan untuk kita jalani. Proses yang seringkali membuat kita lemah, goyah, atau pun merasa putus asa.

Banyak dari kita yang telah mengetahui bahwa untuk menjadi orang yang sukses, kita harus melalui sebuah proses. Proses perjalanan yang tidak mudah. Proses perjalanan dimana kita akan menemui banyak tantangan dan halangan dalam mencapai tujuan kita. Terkadang, proses yang kita lalui akan membuat perasaan kita bercampur-aduk atau berubah-ubah sekalipun. Ketika berhasil melakukan sesuatu, perasaan hati kita akan senang dan bangga. Namun ketika kita gagal dalam melakukan sesuatu, perasaan bersalah, menyesal, tak berdaya atau pun kesal muncul dalam hati kita. Di sinilah kita akan mulai mengerti apa itu sebuah proses. Tidak selamanya proses yang kita lakukan akan berjalan dengan mulus. Namun, tidak selamanya juga proses kehidupan yang kita alami akan mengalami kegagalan. Layaknya manusia yang tidak sempurna, begitulah juga dengan sebuah proses kehidupan yang dialami oleh seseorang. Selalu ada sebuah proses dimana proses tersebut akan meningkatkan semangat kita. Namun, ada juga sebuah proses dimana kita diingatkan untuk selalu berintrospeksi diri. Bisa dikatakan, proses inilah yang sebenarnya merupakan tantangan bagi seseorang,apakah ingin terus berjuang atau berhenti di tengah jalan.

Banyak orang yang sukses dalam melalui sebuah proses. Namun tidak sedikit yang gagal dalam melewatinya. Hal ini disebabkan karena ada satu komponen yang dilupakan oleh seseorang. Proses untuk menghargai diri sendiri. Seringkali, seseorang bisa dengan mudahnya merasa bangga pada orang-orang yang dapat melakukan perubahan besar dan berdampak baik bagi banyak orang. Namun, karena terlalu fokus pada satu hal itu, seseorang sering kali lupa untuk memberi penghargaan akan perubahan kecil yang ia lakukan. Padahal, perubahan yang dilakukan oleh orang-orang sukses tersebut juga dimulai dari perubahan kecil yang ia lakukan.

Thomas Alva Edison adalah salah satu orang sukses yang mampu melalui proses perjuangannya menuju kesuksesan. Perubahan besar yang ia lakukan tidak dengan mudahnya ia lakukan. Butuh ribuan kali percobaan untuk menciptakan sebuah bola lampu. Coba saja jika ia menganggap dirinya bodoh dan tidak mampu, pastilah kita belum tentu bisa merasakan hasil ciptaannya sekarang. Kehidupan awal Edison juga sangatlah sederhana. Ia tidak terlahir dari orang kaya. Bahkan, di usianya yang masih sangat belia, ia juga sempat berjualan koran dan hampir kehilangan seluruh pendengarannya karena penyakit yang dideritanya. Bayangkan jika dengan keadaan yang ia alami itu, Edison hanya bisa pasrah dengan nasibnya. Bayangkan juga jika ia hanya bisa menangisi kekurangan yang ia miliki. Semua penemuan dahsyat yang dulu pernah ia temukan bisa saja tidak dapat kita rasakan saat ini.

Banyak orang menyarankan kita untuk meniru langkah kesuksesan yang telah dilakukan oleh orang-orang besar di luar sana. Namun, terkadang mereka lupa untuk menambahkan satu bumbu yang cukup membantu seseorang untuk tidak merasa frustasi ketika mengalami suatu kegagalan. Ya, bentuk penghargaan terhadap diri sendiri. Kita boleh merasa bangga terhadap orang lain. Namun, kita tidak boleh lupa untuk selalu memberi dukungan pada diri sendiri.

Suatu proses kehidupan yang kita alami memiliki banyak kemisterian. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada hari esok. Bahkan, kerja keras yang telah kita lakukan pun tidak selalu memberikan hasil yang kita inginkan. Terkadang, hal ini membuat kita kaget. Sudah bekerja keras dengan sepenuh hati namun hasilnya tidak maksimal bahkan terkadang jauh dari apa yang telah diharapkan. Hal ini seringkali membuat seseorang merasa kecewa. Tidak sedikit juga yang berpikiran seperti; ‘Ini adalah takdirku.’, ‘Aku memang tidak pantas.’, ‘Sekuat dan sekeras apapun aku berusaha, aku memang tidak akan bisa menjadi orang berguna.’ Contoh-contoh diatas salah bentuk tidak menghargai diri sendiri yang harus diubah oleh orang-orang yang seringkali menyalahkan diri mereka.

Bill Gates, Steve Jobs, Thomas Alfa Edison, dan Alexander Graham Bell. Kita tidak akan mngetahui siapa mereka jika bukan karena kesuksesan yang telah mereka capai. Kita tidak akan bisa sama seperti mereka karena setiap orang memiliki jalan dan proses kehidupannya masing-masing. Boleh saja kita mengambil sisi-sisi positif dari pribadi seseorang untuk dijadikan teladan dalam hidup kita. Namun, jangan pernah lupa untuk selalu menghargai diri sendiri, untuk memberi dukungan dan semangat pada diri sendiri. Karena tidak ada sukses dan bahagia yang dapat dicapai tanpa ada proses apresiasi terhadap diri sendiri.

Secepat-cepatnya makanan cepat saji, tetap saja makanan cepat saji punmembutuhkan proses. Kegagalan yang anda alami adalah salah satu bentuk dari sebuah proses untuk membuat anda menjadi pribadi yang lebih baik, lebih kuat, dan pastinya anda juga sedang dipersiapkan untuk menjadi seorang pejuang. Jangan pernah menganggap diri anda bodoh dan tidak berguna sebab ‘kesuksesan berasal dari 99% kerja keras’.

Perubahan besar selalu dimulai dari perubahan kecil. Hargailah setiap langkah kecil yang Anda lakukan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun