Mohon tunggu...
Ahmad Juwana
Ahmad Juwana Mohon Tunggu... -

Belajar mengingat dg tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setelah Taksi "Online", Selanjutnya Ojek "Online"

23 November 2017   08:38 Diperbarui: 23 November 2017   17:04 1581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awal bulan November 2017 ini pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menerbitkan peraturan mengenai taksi online, yaitu Peraturan Nomor 108 Tahun 2017. Peraturan tersebut merupakan revisi dari peraturan sebelumnya yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Akan tetapi peraturan tersebut hingga kini terus menerus menimbulkan polemik.

Banyak pengemudi taksi online yang menolak diberlakukannya aturan tersebut, khususnya aturan mengenai pemasangan stiker pada bagian depan dan belakang mobil, pembatasan area operasional, sistem kuota, uji KIR dan beberapa hal lainnya.

Sebenarnya kekhawatiran dibalik penolakan-penolakan tersebut sangatlah rasional. Seperti mengenai pemasangan stiker di bagian depan dan belakang mobil misalnya. Kita tahu bahwa mobil tersebut tidak setiap waktu dioperasionalkan sebagai taksi online.

Disisi lain, stiker yang dipasang pada taksi online sepertinya tidak dapat dicopot pasang sesuai kebutuhan. Sehingga apabila tidak sedang digunakan sebagai taksi online pun mobil tersebut akan tetap beridentitas sebagai taksi online.

Hal ini seakan-akan pemerintah mengatur taksi online dengan paradigma taksi konvensional yang memang peruntukannya hanya sebagai mobil taksi. Mengatur sesuatu yang modern dengan paradigma kuno.

Tapi ada satu keyakinan dari saya, bahwa orang Indonesia itu cerdas. Bisa jadi kedepannya akan muncul alat khusus yang bisa digunakan sebagai alat menempel dan melepas stiker dengan mudah. Mungkin saja stikernya akan ditempelkan ke plastik atau media lain, kemudian plastik tersebut memiliki sisi yang bisa tempel-lepas di kaca mobil.

Stiker tersebut merupakan salah satu contoh saja dari sekian banyak polemik dari Peraturan Menteri Perhubungan tersebut, dan kali ini saya belum tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai polemik yang lainnya.

Saya lebih tertarik untuk membahas mengenai kebutuhan pengaturan dalam ojek online. Muncul pertanyaan dalam benak saya, kenapa taksi online begitu getol diatur sedangkan ojek online yang sebenarnya lebih sering menimbulkan gesekan antar masyarakat malah tidak diatur.

Apakah karena ojek konvensional tidak melibatkan pemodal besar sehingga tidak menarik untuk diatur? Semoga itu hanya pikiran jelek saya saja.

Banyak hal-hal yang sebenarnya sudah tidak sesuai lagi dengan konsep ojek online yang seharusnya dianut oleh mereka. Bahkan juga tidak sesuai dengan bagaimana seharusnya ojek berfungsi.

Banyak sekali kita jumpai ojek online yang dalam operasionalnya malah seperti ojek pangkalan. Mereka sengaja berhenti lama (mangkal) di suatu lokasi dengan tujuan mendapatkan order dari pengguna. Padahal hal utamanya yang membedakan antara ojek online dengan ojek pangkalan adalah mobilitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun