Menulislah, karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah – Pramoedya Ananta Toer
Salah satu kutipan Pramoedya Ananta Toer itu membuat saya merenungi makna tiap kata-katanya, hingga saya tersadar bahwa maksud dari kutipan tersebut benar adanya. Sebelum menjadi seorang mahasiswa, yaitu sejak berada di bangku sekolah dasar, saya memiliki kesenangan tersendiri saat sedang menulis. Muncul perasaan tenang yang seakan saat itu waktu sedang berhenti berjalan. Butuh waktu yang cukup lama untuk saya menyadari bahwa sebuah tulisan bukan hanya sekadar menuangkan perasaan melalui kata-kata, tetapi juga sebagai seni untuk mengabadikan dan mencatat sejarah kehidupan.
Seorang ahli, yaitu Sir Charles Firth berpendapat bahwa sejarah merupakan kehidupan manusia yang mengalami perubahan yang terjadi secara terus menerus. Juga merekam berbagai ide dan kondisi yang telah membantu atau merintangi perkembangannya. Dari pendapat ini, saya memahami bahwa sejarah bukan hanya tentang memori dari rangkaian kehidupan suatu peristiwa besar ataupun tokoh besar, tetapi tiap individu di dunia ini hakikatnya dapat membentuk sejarah itu sendiri. Sebuah sejarah dapat menjadi jendela untuk memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau agar seseorang dapat mengetahui apa peristiwa yang terjadi di masa lalu.
Dilansir dari Scientific American, otak manusia terdiri atas satu miliar neuron. Tiap neuron membentuk sekitar seribu koneksi ke neuron lainnya, dan iperkirakan ada lebih dari satu triliun koneksi di dalam suatu otak manusia. Jika tiap neuron hanya dapat menyimpan satu memori saja, maka suatu saat nanti otak manusia akan kehabisan ruang penyimpanan. Namun, ternyata neuron otak saling bergabung, sehingga membantu penyimpanan banyak memori dalam satu jangka waktu. Para ilmuwan memperhitungkan jika otak manusia mempunyai kapasitas sekitar 2,5 petabyte atau setara dengan 1 juta gigabyte. Dengan kemampuan penyimpanan ingatan atau memori sebesar itu, manusia bisa terus mengingat kejadian yang membekas di otaknya.
Kapasitas otak manusia memang tak terbatas, tetapi agar bisa mengingat suatu informasi baru, informasi lama harus dikeluarkan atau dilupakan oleh manusia. Hal ini dapat menyebabkan manusia melupakan suatu hal yang pernah terjadi dalam kehidupannya. Sebenarnya memori itu tidak benar-benar terlupakan dalam ingatan manusia, tetapi cara kita untuk mengakses ingatan tersebut memerlukan suatu dorongan. Dalam hal ini, dorongan yang dimaksud adalah hal-hal yang dapat mengingatkan kita dengan kejadian masa lalu yang pernah dialami. Tentu saja, peristiwa ini terjadi secara alami, entah melalui peristiwa, benda, bahkan tulisan.
Melalui sebuah tulisan, memori-memori yang tertuang dalam bentuk kumpulan kata akan abadi. Jika pada suatu hari kita menuliskan kembali peristiwa yang kita alami di hari tersebut, maka peristiwa itu akan abadi dalam sebuah tulisan. Hingga di masa depan saat kita membuka dan membacanya kembali, maka ingatan kita akan terdorong untuk mengakses memori yang lalu. Suatu rangkaian peristiwa akan kembali terkenang.
Suatu buku harian dapat menjadi peninggalan sejarah seorang individu. Isi tulisan mengenai kehidupan yang entah ditulis sehari sekali, seminggu sekali, maupun sebulan sekali akan menjadi sumber pengingat memori yang telah lama terlupa.
Namun, salah satu hal yang saya sadari adalah segala bentuk tulisan dapat menjadi rekaman sejarah kehidupan penulisnya, bukan hanya bentuk tulisan diary saja. Mungkin banyak orang yang tidak menyadari bahwa suatu karangan cerita, artikel ilmiah, atau jenis tulisan lainnya dapat menjadi suatu tanda perjalanan kehidupan penulisnya.
Sebagai contoh, saya merupakan seseorang yang jarang sekali menulis tulisan tentang kehidupan pribadi. Tulisan yang saya hasilkan kebanyakan adalah sebuah karangan cerita yang lalu-lalang dalam imajinasi saya. Setiap cerita yang saya hasilkan ini tertata rapi dalam sebuah folder, dan beberapa kali folder itu saya buka untuk membaca kembali tulisan-tulisan tersebut. Di saat membaca kembali itulah memori masa lalu saya terkenang kembali, tulisan itu mengingatkan saya tentang mengapa cerita itu terbentuk, kondisi apa yang menyebabkan saya menulis cerita itu, tujuan pembuatan cerita itu, dan ingatan-ingatan lainnya yang secara tidak langsung teringat kembali.