Yuliana Aghata 34
Suatu hari menjelang musim hujan, para binatang yang bersahabat terdiri dari bebek, kodok, burung, kera dan badak juga harimau dan kancil, sepakat dan sibuk sedang membangun rumah besar secara gotong royong. Rumah itu sengaja mereka bangun untuk mempersiakan tempat berteduh mereka ketika musim hujan tiba.
Rumah panggung yang terbuat dari kayu dan berkaki cukup tinggi, sengaja dibuat seperti itu untuk memudahkan para binatang itu menghindari air banjir ketika musim hujan tiba.
Pada tahap akhir pembangunan dan rumah hampir selesai, para binatang itu mengadakan rapat untuk menentukan warna cat rumah itu. Namun, karena warna cat rumah itu, akhirnya dalam rapat timbul keributan karena saling berebut warna yang diinginkan oleh para binatang itu.
Perselisihan itu berujung pada terbelahnya dua kelompok binatang tersebut. Kelompok yang menginginkan warna rumah biru, didukung oleh burung, kodok dan badak, sementara yang ingin warna rumah hijau, di dukung oleh bebek, burung, dan harimau juga Kancil.
Mereka terus bertahan dengan keinginan kelompok mereka masing masing, hingga mereka akhirnya buntu tak menemukan titik temu bagaimana menyelesaikan pesetruan kedua kelompok itu.
“Biru!” Teriak kelompok badak dan teman temannya.
“Hijau!” jawab kelompok harimau, tak kalah kencangnya meneriakan warna yang mereka inginkan untuk rumah gotong royong mereka.
Sampai pada akhirnya perterngkaran seru terjadi dan mereka sudah tak lagi bisa besatu apalagi bisa bekerja sama seperti sebelumnya. Mereka telah resmi menyatakan diri menjadi dua kelompok yang bermusuhan. Rumah yang hampir selesaipun akhirnya terbengkalai karena tidak bisa selesai di bangun sempurna apalagi bisa menghuni, karena yang membangun rumah itu terus bertengkar memperebutkan warna rumah yang mereka inginkan.
Kelompok Badak siap-siap meruncingkan bambu, untuk berkelahi melawan kelompok harimau. Sementara kelompok Harimau mencari batu sebanyak banyaknya, persiapan guna dilemparkan kepada kelompok Badak saat perang saudara itu terjadi dan tak dapat dicegah lagi nantinya.
Ditengah kesibukan mereka, datang seekor Orang utan betina yang sedang hamil tua. Kedua kelompok binatang yang asalnya teman yang pada dasarnya para binatang yang baik dan penuh kasih, menerima kehadiran Orang utan yang sedang hamil tua itu di rumah baru mereka yang belum selsai itu.
Namun, ketika Orang Utan yang sedang hamil itu sudah di terima dan diperbolehkan tinggal di dalam rumah baru mereka karena akan melahirkan, keributan kembali terjadi.
“ Pokoknya warna rumah ini harus Biru!” teriak kelompok Badak mulai mengajak ribut lagi.
“Tidak bisa, Harus hijau!” jawab kelompok Harimau serempak dengan teman-teman pendukungnya.
Sampai pada akhirnya kedua kelompok itu benar-benar siap perang dengan senjata yang telah mereka persiapkan masing-masing, yang sudah lama disimpan oleh anggota kelompok mereka.
Namun, tiba tiba kedua kelompok itu dikagetkan oleh rintihan Orang Utan betina dari dalam rumah baru mereka, dan tanpa perintah mereka berhamburan menghampiri Orang Utan betina yang sedang hamil tua itu. Didapatinya Orang Utan itu telah melahirkan dua anak yang imut dan lucu. Ketika kedua anak orang utan itu lahir, keduanya sudah dapat berjalan sendiri meski sangat tertatih.
Kedua anak Orang utan itu di mata para binatang yang sedang bertikai terlihat sangat lucu dan menggemaskan, hingga mampu meluluhkan kemarahan dan mereka melupakan sejenak perkelahian sengit yang hamir terjadi.
Perang besar kedua kelompok binatang yang semula hampir terjadi, tanpa sadar mereka lupakan karena kehadiran dua bayi mungil Orang Utan. Dan setelah itu mereka sadar dan mereka pikir, kini saat yang tepat untuk memberikan kasih sayang dan membantu merawat kedua bayi mungil Orang utan itu bersama-sama, ketimbang berkelahi memperubutkan warna cat rumah mereka.
Bayi Orang utan yang baru terlahir itu mampu menjadi penebar cinta dan kebersamaan di rumah baru mereka. Kehadiran bayi Orang utan itu mereka anggap khusus untuk medamaikan pertikaian diantara para binatang itu.
Akhirnya para bintang itu bisa berdamai dan benar-benar melupakan perkelahian itu, mereka bersama-sama merawat anak Orang utan yang imut itu dengan penuh dengan kasih sayang. Mereka akhirnya hidup rukun bersama di rumah besar dan hangat serta penuh cinta, melupakan perbedaan warna rumah yang mereka inginkan, hingga musim hujan yang mereka khawatirkan tiba.
Merekapun bisa berteduh dalam rumah cinta bersama-sama, tanpa persetruan dan silang pendapat apalagi pertikaian, karena mereka pikir hidup rukun lebih baik daripada mempertahankan ego masing-masing yang hanya akan membuat mereka terluka dan berdarah-darah.
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community https://www.facebook.com/groups/175201439229892/
Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community https://www.facebook.com/groups/175201439229892/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H