Rabu pagi pernah bertanya,
Apa kabarmu?
Lemah lembut berupa kepak sayap laron yang berpura-pura mengingkari mentari
Melebihi desir angin yang mengajari pohon-pohon bernyanyi
Rabu pagi juga bertanya,
Ke mana perginya pelukan yang pernah kaupuja dengan seribu kata-kata?
Kecup yang kau katakan lihai menidurkan bulan yang terluka,
Atau belai paling menenangkan bagi ikan yang kecewa karena arus telaga
Lelakiku, aku bergetar mengenang suaramu yang membangunkan pagiku
Memandang punggung yang perlahan menghilang
Dan kerinduanku, adalah hukuman yang hanya terampuni dengan sebuah pertemuan
Saat aku menggigil pada suhu terendah
Sementara hangatmu, layaknya punggung bukit yang dipuja ribuan kabut-kabut
Degupku lemah
Diremehkan canda udara dini hari
Diacuhkan sunyi yang lebih sepi dari desir nadiku sendiri
Perihal apa yang menjadikanmu setabah ini menunggu?
Tanya Rabu pagi
Sebab pelukanmu murni, bukan dekap buatan yang kumenangkan di meja judi
Tasikmalaya 270219 (02:49)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H