Mohon tunggu...
elde
elde Mohon Tunggu... Administrasi - penggembira

penggembira....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jokowi Berani Tidak Populer

18 November 2014   20:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:29 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Cetttaaaaarrrr....!! Bagaikan halilintar di siang bolong dan membuat kaget rakyat ketika Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM malam kemarin. Sebelumnya Premium Rp 6.500 naik menjadi Rp 8500, solar yang sebelumnya Rp 5.500 naik menjadi Rp 7500.

Dengan rasa percaya diri tinggi presiden yang baru menjabat usia sekitar 1 bulan ini mengumumkan kenaikan harga 2000 rupiah setiap liternya. Berani untuk tidak populer mengambil resiko akan mendapat serangan dari berbagai kalangan. Berbeda dengan presiden periode sebelumnya ketika pernah menaikkan harga BBM dilakukan oleh wakilnya namun sewaktu menurunkan harga dibacakan sendiri.

Kenaikan harga BBM selalu menjadi santapan hangat lawan politik untuk dijadikan bahan mengritik kebijaksanaan pemerintah. Walaupun disadari bahwa tidak menaikkan harga BBM bagi Indonesia adalah hal yang mustahil. Sewaktu negara ini pernah menjadi anggota pengeksport minyak (OPEC) saja sudah beberapa kali presiden yang menjabat sebelumya sering menaikkan harga BBM, apalagi sekarang Indonesia termasuk salah satu pengimport terbesar di dunia.

Menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi saat ini merupakan tindakan yang tidak populis. Secara politik maupun ekonomi, keputusan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi akan memancing reaksi, baik oleh politikus, mahasiswa maupun masyarakat. Namun kalau melihat beban yang harus ditanggung pemerintah dengan asumsi harga minyak dunia di APBN US$ 75 per barel, niscaya keuangan negara akan terganggu.

Tentunya pemerintah sudah berhitung, ketika memutuskan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Termasuk mengalokasikan anggaran untuk memberikan kompensasi dalam bentuk bantuan tunai kepada masyarakat miskin. Komitmen pemerintah untuk menambahkan anggaran pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan bisa dilihat sebagai bentuk dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi yang otomatis akan menyelamatkan anggaran. Artinya, ada dana yang memang bisa diposkan untuk memaksimalkan pembangunan infrastruktur, bantuan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Kenaikan harga BBM sudah lumrah dilakukan oleh para presiden sebelumnya. Namun kali ini efeknya terasa lebih hangat karena masih tersisa rasa tidak legowo dari pihak yang kalah dan pendukungnya. Hal yang memang harus terjadi menyangkut kenaikan BBM inipun dipolitisir untuk menghantam kebijaksanaan presiden. Tercatat selama berdirinya negara Indonesia kenaikan harga BBM telah dilakukan sebanyak 37 kali. Soekarno 12X, Soeharto 18x, Habibie 1X, Gus Dur 1X, Mega 2X, SBY 3X.

Menurut ekonom Faisal Basri, bukan november adalah waktu yang tepat untuk menaikkan harga BBM. Faisal menyarankan pemerintah menaikkan harga BBM pada November 2014. Dengan demikian, kenaikan inflasi bisa ditekan ke titik terendah. "Karena harga gandum, gula, kedelai, dan jagung turun, dampak inflasinya tidak akan terlalu besar." Dengan asumsi BBM dunia yang juga sedang mengalami penurunan harga.

Seandainya pemerintah menaikkan harga BBM pada Desember, kata Faisal, inflasi sangat tinggi karena saat itu biasanya masyarakat berbelanja untuk kebutuhan akhir tahun. Inflasi biasanya kembali menurun pada April, "Namun jika pemerintah menunggu April, itu terlalu lama," tuturnya. Membuat kebijaksanaan menaikkan harga BBM tidak bisa dihindari dan hanya menentukan waktu yang dianggap tepat saja.

Hal sama diutarakan Badan Pusat Statistik (BPS). BPS menyarankan agar harga BBM bersubsidi naik pada November karena secara historis nilai inflasinya rendah. BPS menyatakan inflasi Januari-Oktober 2014 mencapai 4,19 persen. Jika harga BBM naik Rp 3.000 per liter, ada tambahan inflasi 1,7 persen pada November 2014. Masih memenuhi asumsi Anggaran pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014.

Bagi yang sering nyimak program Jokowi di kampanye pilpres kemarin, tidak akan kaget dengan keputusannya menaikkan harga BBM. Dalam langkahnya jika terpilih nanti akan menghapus subsidi BBM  secara bertahap. Dicanangkan jangka 4 tahun penghapusan total BBM akan dilakukannya. Bentuk konsistensi janji kampanye itupun diwujudkan dengan keputusan mengumumkan kenaikan harga BBM kemarin yang dibacakan sendiri tanpa diwakilkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun