[caption caption="twimg.com"][/caption]Sudah menjadi karakter Ahok bahwa gubernur DKI ini tidak mau didikte oleh partai politik. Jika kebijaksanaan parpol tidak sesuai hati nurani dan kepentingan rakyat banyak, dia akan tegas menolak. Bahkan untuk keluar dari partai pun dilakukan dan berani menghadapi resiko jabatannya. Hal yang sudah terbukti ketika menyatakan keluar dari Gerindra dan berakibat perseteruan berlanjut dengan beberapa perwakilan partai di DPRD.
Pilihan maju kembali di pilgub DKI secara independen kembali membuktikan bahwa memang dia tidak mau terikat oleh kepentingan parpol. Ketika dia memberikan waktu 1 minggu bagi PDIP untuk meminta Jarot kembali mendampinginya, adalah langkah tepat telah dilakukan. Hitungan cerdas yang digunakan, apabila dia menunggu keputusan mekanisme partai, yang tentunya akan memakan waktu lama, hal ini bisa membahayakan posisi pencalonannya.
Dengan belum adanya kepastian dari partai yang diketuai oleh Megawati ini dan waktu untuk melakukan pendaftaran di KPU semakin dekat, alternatif lain lewat jalur independen yang diwacanakan oleh para relawannya bisa berakibat gagal. Apabila PDIP membatalkan dukungan, waktu yang mepet tentu saja tidak memungkinkan lagi bagi relawan untuk menggalang dukungan KTP dan memverifikasi dengan mencantumkan sosok pasangan Ahok.
Dalam situasi yang terjepit, karena jalan lewat independen sudah tidak memungkinkan lagi, jika Ahok masih menginginkan maju bertarung di pilgub, jalan satu-satunya hanya lewat parpol. Mau tidak mau Ahok harus mengikuti arahan dan "mekanisme" dari partai pengusungnya, termasuk soal adanya rumor mahar maupun deal-deal tertentu. Hal yang tentu saja tidak diinginkan Ahok karena punya karakter tidak ingin didikte oleh mereka.
Perhitungan cerdas dan matang walau penuh resiko sudah dilakukan oleh Ahok. Dia menginginkan jika ada parpol yang mendukung ataupun pengusung harus tanpa syarat. Tidak ada kongkalikong dibelakangnya. Belajar bagaimana repotnya tokoh yang selama ini begitu dekat dengannnya, Jokowi, yang harus mengakomodasi keinginan parpol dalam menjalankan pemerintahan, Ahok pun memutuskan cepat lebih memilih jalur independen karena tidak mau tersandera menunggu kejelasan dari PDIP. Pilihan yang sangat beresiko dan siap jika sampai mengalami kekalahan karena tahu konsekwensi yang dihadapi. Pasrah, bila memang masyarakat DKI tidak menginginkan dia menjabat lagi walau tujuannya untuk membawa Jakarta lebih baik dan bukan mengakomodasi kepentingan parpol.
Jalan yang dipilih sudah menunjukkan bahwa Ahok bukanlah semata-mata mengejar jabatan saja dan ambisius untuk menjadi orang nomer satu di DKI. Secara nalar saja jika dia lebih memilih diusung oleh parpol, misalnya saja PDIP sebagai satu2nya parpol yang bisa mencalonkan pasangan sendiri, ini tentunya keuntungan bagi Ahok dan memiliki peluang lebih besar untuk menang di pilgub. Tapi dia memilih jalan lain karena hanya untuk bekerja demi kota yang dipimpinnya dan tidak ingin tersandera kepentingan parpol.
 Langkah yang ditempuh Ahok bukanlah deparpolisasi tapi sekedar "cubitan sayang" pada partai politik agar berbenah diri dan bisa benar-benar menjadi pilar demokrasi untuk kepentingan bangsa dan negara diatas pribadi maupun golongan sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H